SIM 58

830 137 9
                                    

ENDING?!

_____

Fatimah menggelengkan kepalanya. Wanita itu mendekap tubuh Alvin yang tengah kedinginan. Alvin memecahkan tangisannya di dalam dekapan sang umi. Fatimah mengusap lembut pucuk kepala milik putranya. Air matanya ikut menetes. Fatimah terluka mendengar kabar Syifa, Fatimah juga terluka melihat putranya yang menangis seperti ini. Alvin tidak pernah menunjukkan kesedihannya. Namun, sekali saja ia menampakkannya, itu artinya Alvin benar-benar tidak sanggup untuk menelan lukanya sendirian.


"Dia akan baik-baik saja, Nak."

Alvin menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa Syifa baik-baik saja jika Syifa belum ditemukan? Bahkan tak lama setelah kejadian itu, Syifa sudah tidak ada di tempat. Tak apa jika Syifa dibawa oleh orang baik hati. Namun, bagaimana pun juga, selalu ada hati yang merindukannya, ada hati yang terluka dengan kabar kehilangannya, dan ada hati yang tak ikhlas dengan kepergiannya.

"Bagaimana mungkin, Umi? Syifa---"

"Mungkin saja, Nak. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak," tukas Fatimah.

"Alvin merindukannya, Umi." Isak tangisan yang sudah ditahan dengan semampunya kini keluar begitu saja.

"Umi tahu itu, Nak. Kita semua merindukannya. Kau bersabarlah."

Alvin menggelengkan kepala. "Tidak bisa, Umi."

Fatimah mengusap lembut rambut milik Alvin seraya berujar, "Kau bisa. Kau kuat dan kau mampu melakukan itu."

Fatimah melepaskan pelukannya. "Cari Syifa, Nak. Umi mendukungmu. Abaikan mereka yang beranggapan bahwa Syifa telah tiada, abaikan!"

Alvin tersenyum tipis. "Doakan Alvin, Umi."

Fatimah mengangguk. "Selalu."

"Sekarang, kau ganti baju. Bajumu basah kuyup," sambung Fatimah.

Alvin mengangguk kepala dan mengambil baju ganti yang ada di lemari. Lalu, ia mengganti pakaiannya di dalam kamar mandi. Tak lama setelah itu,  Alvin keluar dari kamar mandi dengan baju yang berbeda. Pria itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tidak ada semangat sampai kapan pun kecuali jika ada kabar baik tentang Syifa.

....

Keesokan harinya, Alvin pergi ke rumah Selamet beserta para bodyguard. Namun, Alvin kurang beruntung. Selamet memang sudah menolong Syifa. Namun, saat itu kondisi Syifa tengah sekarat. Selamet mengatakan bahwa mayat Syifa sudah di kubur olehnya. Bahkan, Selamet mengantarkan Alvin ke kuburan Syifa. Di sana hanya terdapat batu nisan yang kosong karena tentunya Selamet tidak mengetahui asal-usul Syifa.

Alvin menangis seraya memeluk batu nisan yang ada di hadapannya. "Kau pergi meninggalkanku. Apakah usahaku tidak cukup bagimu sampai-sampai kau pergi begitu saja?"

Isak tangisan yang sedari tadi ditahan kini keluar dengan tidak sengaja. "Aku merindukanmu, Sayang," sambung Alvin.

Air mata Alvin terjatuh. Beberapa orang menjadi saksi bisu atas mengalirnya buliran bening tersebut. Matanya balut karena menangis terlalu lama. Hati Alvin tergores perih ketika membayangkan bagaimana keadaan Syifa di bawah sana?

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang