SIM 43

1K 146 8
                                    

SETUJU GAK KALAU AKU UP SETIAP HARI?
.
.
.
HAPPY READING ❤️
_____

Setelah mendampingi Alvin mengaji, Syifa langsung pergi dari kamar untuk membersihkan rumah membantu para pembantu yang ada di sini. Alvin yang ditinggalkan sendiri di kamar langsung menyusulnya. Dari tangga, pria itu melihat Syifa yang tengah meminta izin kepada Inem untuk mengambil alih sapu yang tengah dipakai oleh Inem.

Setelah itu, Syifa menyapu lantai dari pintu depan terlebih dahulu lalu ke dapur. Jika situasinya sedang seperti ini, Alvin tahu bahwa Syifa tidak akan bisa diganggu. Oleh karena itu, kini Alvin memutuskan untuk duduk di sofa yang letaknya ada di depan televisi. Mata Alvin tak henti-hentinya memandangi sang istri.

"Dor!" teriak Aarav mengejutkan orang yang ada di depannya dengan kedua tangan yang mengguncangkan kedua bahu milik Alvin.

Alvin menoleh ke belakang dengan wajah datarnya. Aarav melunturkan tawanya ketika ia tahu bahwa Alvin sama sekali tidak terkejut dengan ulahnya.

Tak cukup sampai di situ, Aarav memberikan Alvin sebuah kotak. "Kau sedang bertengkar dengan Syifa, kan? Berikan dia ini."

Alvi mengambil alih kotak kecil itu dengan mata yang berbinar-binar. "Terima kasih!"

Alvin hendak mengangkat bokongnya dari sofa. Namun, Aarav menghentikannya. "Bukalah terlebih dahulu kotak itu!"

Alvin mengerutkan keningnya ketika merasa bahwa di dalam kotak itu ada sesuatu yang bergerak. Alvin menatap mata sahabatnya secara intens. "Kau ingin menjahiliku lagi?"

"Suuzan saja!" ketus Aarav.

Alvin membuka telapak tangan milik Aarav dan meletakkan kotak itu kepada tangan asalnya. Alvin tahu betul bagaimana sifat Aarav yang jahilnya yang tidak tertolong.

"Aku ini pintar! Itu pasti Hamster."

Alvin mengangkat bokongnya dan melangkahkan kakinya menghampiri Syifa yang tengah menyimpan sapu. Aarav tersenyum tengil. "Alvin!"

Aarav membuka kotak tersebut dan memperlihatkan isinya kepada Alvin yang sudah menjauh, kira-kira dua meter jaraknya. Alvin menoleh ke belakang. Matanya membola kala melihat isi kotak tersebut. Isinya adalah lima berlian berwarna merah yang sudah dibentuk dan diletakkan di kotak kosong yang lumayan besar. Pantas saja tadi seperti ada berjalan. Ternyata itu berlian kecil yang menggelinding.

Melihat berlian berwarna merah yang terdengar langka, Alvin langsung berlari kepada Aarav untuk mengambil kotak tersebut. Namun, Aarav juga berlari untuk menjauhi Alvin. Ini memang rencananya. Pasti Alvin tidak akan percaya padanya, oleh karena itu ia memasukkan barang berharga. Pasti Alvin akan menyesal karena telah menuduhnya.

"Kau niat memberi tidak, sih?!" teriak Alvin tanpa menghentikan langkah cepatnya.

"Hatiku sakit ketika kau menuduhku, Mas!" Aarav tertawa geli ketika mendengar nada penuturannya yang dibuat dramatis.

Alvin berhenti mengejarnya dan bergidik ngeri. "Sudah lama menjomlo ternyata membuatmu semakin tidak waras."

Pria tersebut berbalik arah karena merasa kesakitan di bagian punggungnya. Ia lupa bahwa ia mempunyai luka di punggung. Alvin merelakan kotak itu. Lagi pula, Alvin bisa membelinya dengan mudah. Alvin sedikit ngos-ngosan masuk ke dalam rumah karena ia sudah mengejar Aarav sampai pagar. Sembari mengatur napasnya, Alvin celingak-celinguk mencari keberadaan Syifa.

Namun, sepertinya wanita itu tengah ada di dapur. Percuma juga jika Alvin mengganggunya, pasti Syifa akan mengomelinya. Pria itu memutuskan untuk pergi ke kamar dengan langkahnya yang gontai dan wajahnya yang suram tidak berseri. Alvin menaiki anak tangga, Aarav melihat gerak-geriknya yang sedikit lesu.

Aarav menyusul dan menyeimbangkan langkahnya dengan Alvin. Alvin menoleh dan berujar, "Jangan menggangguku."

"Ck, lemah sekali. Hanya karena Syifa mendiamkanmu saja, kau sudah seperti ini. Bagaimana jika kau menjadi aku, mencintai dalam diam."

Alvin tertawa hambar. "Jika kau mencintai wanita itu ungkapkan. Lemah sekali!"

Wajah Aarav kini nampak sedang senyum tertahan. "Menceraikan rumah tangga orang lain itu tidak baik," sahut Aarav menyindir sahabatnya. Namun, Alvin sama sekali tidak menyadari hal itu.

Alvin terdiam sejenak. Kini mereka sudah sampai di lantai atas. "Apa kau mencintai istri orang lain?"

Aarav mengangguk mantap.

"Jika begitu kau harus melupakan wanita itu," saran Alvin.

Aarav terdiam dengan senyuman tipisnya. Yang dikatakan oleh Alvin benar. Namun, berusaha untuk melupakan tidak semudah memberikan saran dan tidak semudah apa yang dikatakan. Bisa saja, seseorang berkata bahwa ia sudah merelakannya. Namun, kita tidak akan tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh hatinya.

Mulut bisa berkata tidak. Namun, hati tidak bisa berbohong tentang mana yang ikhlas menerima dan mana yang tidak rela. Mereka yang kamu lihat selalu bahagia sesungguhnya mereka yang pintar menyembunyikan luka.

Alvin masuk ke dalam kamar pasalnya Aarav hendak bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Hari ini Alvin tidak bisa pergi bersamanya. Kondisinya masih seperti ini, oleh karena itu Burhan tidak mengharuskan Alvin untuk pergi ke kantor. Di dalam kamar, Alvin hanya duduk termenung di tepi ranjang. Alvin berpikir keras apakah dirinya sudah berbuat kesalahan pada Syifa. Namun, rasanya tidak. Alvin tidak merasa.

Di kala Alvin melamun, Syifa masuk ke dalam kamar dengan membawa makanan untuk sang suami. Wanita itu duduk di tepi ranjang tanpa membuka suara. Syifa menyodorkan sendok tepat di mulut Alvin. Namun, Alvin menutup mulutnya dengan rapat. "Sebelum kau memasukkan sendok ke dalam mulutku, jawab pertanyaan ini."

"Kau kenapa?" sambung Alvin.

"Ayok, makan, Alvin!" titah Syifa dengan nada yang sedikit datar dan juga sedikit membujuk.

"Jawab dahulu pertanyaanku, Sayang. Mengapa sejak tadi pagi kau terlihat sangat cuek." Alvin memasang raut wajah penuh harap.

Syifa meletakkan sendok ke piringnya. "Seharusnya kau sadar sendiri."

Alvin terdiam sejenak. Lalu, ia mengambil alih piring yang tengah dipegang oleh Syifa. "Jika kau butuh waktu untuk menyendiri, diamlah di sini. Aku akan keluar."

Alvin beranjak dari kasur dengan perlahan agar perban di punggungnya tidak terlepas. Syifa menatap kepergian Alvin yang nyaris sampai di ambang pintu, lalu ia meminta, "Jangan pergi, Alvin!"

_____

To be continued

SETUJU GAK KALAU ALVIN SAMA SYIFA CERAI?

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang