SIM12

1.2K 184 14
                                    

"Disiram."

Mendengar sahutan Alvin membuat Syifa membulatkan matanya. Jadi, Alvin tidak tertidur? Apakah Syifa harus menuruti saran dari Alvin? Dengan hati yang ragu, Syifa mengambil gelas di wastafel. Gelas itu selalu dipakai untuk berkumur-kumur selepas menggosok gigi. Tak lupa, sebelum ja membawanya kepada Alvin, Syifa mengisi gelas tersebut dengan air.

Syifa menaiki kasurnya. "Apa boleh aku menyiram-mu, Alvin?"

Dengan mata yang terpejam tanpa sengaja Alvin mengangguk kepala secara samar-samar. Sungguh, Syifa tak mengira bahwa Alvin sedang mengigau. Syifa tak tega jikalau ia harus menyiram suaminya. Wanita itu hanya mencipratkan sedikit demi sedikit air ke wajah Alvin.

Ketika pria itu merasakan cipratan air, Alvin membuka matanya dengan ekspresi wajah yang terkejut. Alvin langsung berdiri begitu saja dari posisi tidurnya. "Apakah ini hujan?! Apakah kamar ini bocor?!"

Syifa menatapnya dengan raut wajah kebingungan. Namun, beberapa detik kemudian Syifa menahan tawanya dengan usaha yang cukup keras. Sungguh, ini sangat menggelitik bagi Syifa karena ia baru pertama kali melihat ekspresi wajah Alvin yang sedang terkejut sekaligus panik.

"Mengapa kau menertawai-ku?" tanya Alvin dengan nada datarnya.

Pandangan Alvin jatuh ke gelas yang tengah Syifa pegang. "Apakah kau mencipratkan-ku menggunakan air itu, Syifa?!"

Syifa meneguk ludahnya dengan kasar. "A--aku hanya menuruti saran-mu tadi, Alvin," sahut Syifa seadanya.

"Sejak tadi aku sedang tidur, bodoh!"

"Apa kau mengigau? Ma--maaf, aku sungguh tak tahu itu, Alvin." Syifa menundukkan kepalanya.

Alvin menggelengkan kepalanya dengan wajah datarnya. Pria itu melengos pergi ke kamar mandi, Syifa menguntitnya dari belakang untuk melihat cara Alvin berwudu. Syifa sudah menduga bahwa Alvin tengah merajuk. Dari raut wajahnya, Alvin selalu terlihat sinis padanya. Ini sedikit menakutkan bagi Syifa.

"Alvin, basuh tangan sampai pergelangan tangan. Bukan hanya jari-jarinya saja," peringat Syifa.

Alvin menoleh ke belakang. "Kau ini, aku sedang marah padamu dan kau masih sempat-sempatnya mengomeliku, hah?!"

"Ta--tapi jika wudu-mu tak sempurna maka salat-mu tidak sah."

Alvin menarik napas, kemudian pria itu membuang napasnya dengan kasar. Alvin mengulangi wudu-nya. Setelah itu, Alvin menghamparkan sajadah. Namun, ia terlihat bingung karena Syifa hanya duduk di tepi ranjang saja, tidak bersiap-siap untuk melaksanakan salat bersama Alvin.

"Orang yang selalu menggurui ini ternyata bisa runtuh juga iman-nya," sindir Alvin.

Syifa mengerutkan keningnya. "Maksudmu?"

"Apa kau sudah lelah karena harus melaksanakan salat lima waktu?" Alvin tersenyum menyeringai.

"Naudzubillah Min Dzalik. Alvin, aku sedang datang bulan, tidak mungkin aku ikut salat bersamamu. Aku juga lupa menyuruh-mu untuk pergi salat berjamaah ke masjid," sahut Syifa.

'Katakan saja bahwa kau sedang datang bulan, tidak usah bicara panjang lebar. Cerewet sekali!' batin Alvin seraya menatap wajah Syifa dari sudut matanya.

Alvin melafalkan basmalah. Ia memulai salatnya. Sesekali Alvin menguap sehingga membuat Syifa menggelengkan kepala. Setelah selesai salat, Alvin belajar mengaji. Tentunya atas perintah dari sang istri. Alvin belum mempunyai keinginan sendiri untuk bisa mengaji. Syifa membuka iqra satu. Namun, tatapan yang diberikan oleh Alvin membuat Syifa sedikit risih.

"Kau kenapa?"

"Apa kau pikir aku sebodoh itu? Aku sudah khatam iqra satu!" ketus Alvin.

"Baiklah. Jangan marah-marah seperti itu."

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang