SIM 21

1K 161 1
                                    

Follow sebelum membaca. Bantu share cerita ini supaya yang baca makin banyak.
Liat juga ke bawah. Ada bintang, kan? Lalu, klik. Makasih❤️
.
.
.
Happy Reading

Aarav menganggukkan kepalanya. Orang yang ditunjuk oleh Alvin adalah pilihan Alvin sendiri, Aarav tidak akan melarangnya. Jika orang pilihan Alvin salah, maka Alvin sendiri yang harus bertanggung jawab, sesuai dengan pesan Burhan yang memintanya agar tidak terlalu banyak membantu Alvin jika Alvin tengah menghadapi masalah yang diperbuat oleh Alvin sendiri.

Alvin menyuruh Aarav untuk pergi menemui pria itu karena Alvin tidak tahu bagaimana cara ia memulai obrolannya sampai Alvin bisa menawarkan sebuah pekerjaan. Alvin tidak tahu caranya mengobrol memakai nada yang ramah kepada orang biasa. Sedikit angkuh. Namun, memang itu kenyataannya.

Alvin melihat Aarav yang tengah menghampiri mobil dengan membawa orang pilihannya. Alvin sengaja ingin memilih orang, ia tidak ingin membuka lowongan kerja, itu hanya akan merepotkannya saja. Jika dengan cara seperti ini, Alvin hanya perlu menyuruh-nyuruh Aarav saja.

Pintu mobil terbuka. Orang tadi duduk di kursi belakang sedangkan Aarav di kursi pengemudi. Alvin menoleh ke belakang. "Apa kau menerima tawaran kami?"

"Ya, Tuan. Saya mau. Terima kasih," sahut orang itu.

Aarav ikut menoleh ke belakang. "Boleh melihat KTP dan kartu keluargamu?"

Dengan tangan yang gemetar orang itu segera menyerahkan apa yang dipinta oleh Aarav. Aarav mengambil alih fotokopi kartu keluarga dan KTP milik orang tersebut. Alvin ikut melihatnya. Namun, kedua mata pria tersebut terbelalak ketika melihat nama Syifa yang terpajang di kartu keluarga.

Alvin dan Aarav menatap satu sama lain. Kemudian, mereka melihatnya kembali untuk memastikan bahwa mereka tidak salah melihat. Suasana sangat kaku karena sepi. Alvin dan Aarav berkali-kali meneguk saliva secara kasar. Bagaimana jadinya jika orang tersebut mengetahui bahwa mereka berdua telah menculik adiknya?

Alvin melihat wajah orang itu, wajahnya memang sedikit mirip dengan Syifa, lebih-lebih lagi dengan hidungnya yang mancung itu, seperti jiplakan hidung Syifa.

"Eum, oke. Husain, kau tinggal di mana? Jika ingin bekerja dengan kami, kau harus siap pindah ke kota lain," ujar Aarav memecahkan keheningan.

"Saya tidak mempunyai tempat tinggal."

"Oh, eum, maaf. Jadi, apa kau akan pergi sekarang? Atau akan bertemu dengan keluarga terlebih dahulu?"

Sebenarnya, Aarav sudah tahu jawaban untuk pertanyaan ini. Namun, hanya saja ia ingin sedikit basa-basi untuk memastikan bahwa pria ini adalah kakak kandung Syifa.

Orang itu tersenyum kecut dan berujar, "Kedua orang tua saya sudah tiada dan adik saya ada di kampung."

Tak ingin membuatnya bersedih kembali, Aarav langsung melajukan mobilnya. Alvin dan Aarav membawanya ke kantor perusahaan langsung tanpa ba-bi-bu, pasalnya di kantor sudah banyak sekali pekerjaan yang sudah menumpuk akibat kekurangan karyawan dan banyaknya karyawan yang sangat lambat mengerjakan tugasnya.

Aarav sibuk menyetir, begitupun dengan Alvin, sibuk berpikir maksudnya. Alvin berpikir, bagaimana jika Husain bertemu dengan Syifa? Apakah Husain akan membawa wanita itu pergi dari rumahnya? Apakah Syifa akan mengatakan bahwa ia telah diculik oleh Alvin?

Alvin tidak takut kehilangan Syifa. Namun, Alvin takut jika tidak ada Syifa, Fatimah dan Burhan akan memarahinya karena membuat Syifa pergi dari rumah. Biasanya, umi dan abi-nya akan memarahi Alvin setiap saat.

Namun, sejak adanya kehadiran Syifa, mereka sudah mengurangi kebiasaannya itu. Walaupun Alvin tetap sedikit pening karena Syifa yang menggantikan omelan Fatimah dan Burhan. Mereka bertiga sama sama cerewet, pikir Alvin demikian.

Di saat Aarav menyetir, Alvin memberikan beberapa persyaratan untuk Husain. Alvin akan memberikan sebuah apartemen yang di mana bayarannya akan menjadi tanggung jawab Alvin dengan syarat, Husain tidak boleh berkunjung ke rumah Alvin sekalipun dalam keadaan yang mendesak. Husain juga tidak boleh menjauhkannya jika suatu saat ada kebenaran yang terbongkar.

Husain sedikit curiga. Namun, walaupun begitu Husain tetap menyetujuinya. Husain sangat amat bersyukur karena bertemu dengan dua orang pria ini. Walaupun ... asal-usul dari mereka berdua tidak jelas dan memberikan persyaratan yang tidak masuk akal. Namun, Husain tidak memasalahkan hal itu.

Di sisi lain, Syifa tengah duduk berdiam diri di bawah teriknya matahari. Syifa tengah duduk di kursi panjang yang letaknya ada di Taman belakang rumah. Fatimah dan Burhan tidak bisa berkunjung ke rumah karena harus pergi ke kantor perusahaan karena di sana tidak ada yang menjaga, mereka berdua takut jika karyawan akan merasa bebas dan menyuruh-nyuruh orang bawahan dengan seenak hati.

Jika tidak ada Fatimah yang menemaninya, rasanya penderitaan Syifa ini sangat terasa. Syifa berpikir, mengapa dirinya mau-mau saja tinggal di rumah ini? Mengapa ia tidak kabur saja kala itu? Jujur saja, berat bagi Syifa untuk menerima Alvin. Lebih-lebih lagi, dengan sikap Alvin yang kurang mengenakkan bagi Syifa.

Jika ditanya ingin menghilang dari rumah ini atau tidak, maka Syifa akan mengiyakannya dengan rasa antusias. Namun, hatinya kurang yakin bahwa ia bisa pergi dari rumah ini. Lihat saja di depan pintu masuk, ada banyak body guard yang berbaris menyamping dengan tampang seramnya. Mustahil rasanya jika Syifa pergi tanpa pengawasan mereka.

"Dia membahagiakan umi dengan cara mengorbankan orang lain, tetapi di satu sisi aku senang bisa membuat umi bahagia. Namun, di sisi lain hatiku keberatan jika harus berumah tangga dengan Alvin," lirih Syifa bermonolog.

Syifa pernah berekspektasi tentang bagaimana sifat calon suaminya nanti. Namun, kenyataannya Allah memiliki kejutan untuk Syifa. Syifa mendapatkan suami yang sangat bertolak belakang dengan ekspektasinya.  Ya, mungkin Syifa berekspektasi berlebihan.

Syifa masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakinya menuju kamar. Dari awal menikah, entah bagaimana caranya Alvin bisa membawa baju-bajunya yang ada di rumah lama itu. Padahal, tetangga-tetangga di sana sangat baik pada Syifa, tidak mungkin mereka membiarkan orang asing masuk ke dalam rumahnya.

Syifa hendak mengambil kitab suci Al-Qur'an. Namun, tiba-tiba Syifa teringat bahwa ia sedang datang bulan. Syifa mengurungkan niatnya itu. Biasanya, jika tengah gundah gulana seperti ini Syifa selalu berlari ke Al-Quran, itu sudah menjadi kebiasaannya.

....

Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam, mobil Alvin baru saja terparkir di dalam garasi. Kedua pria yang ada di dalam mobil membukakan pintunya dan masuk ke dalam rumah. Tak lupa, sebelum itu mereka berdua mengunci pintu mobilnya terlebih dahulu.

Kepulangan kedua pria ini sontak menarik pandangan Syifa. "Kalian sudah makan?"

_____

To be continued
Username Instagram: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang