SIM 52

872 138 66
                                    

UDAH FIX INI MAH CERAI ...!

_____

Evrita terdiam sejenak. Beberapa saat kemudian ia membelakkan matanya ketika ia mengingat kalimat ini di salah satu aplikasi yang ada di ponselnya. Kali ini, benak Evrita tidak jauh dan tidak bukan tentang alam kubur. Wanita itu berpikir bahwa dirinya sudah tiada. Namun, Evrita baru tahu jika kuburan seempuk ini dan ... mengapa sangat sejuk di sini?

"Ma--maafkan aku, Tuhan. Aku menjadi lonte karena aku membutuhkan uang," ucap Evrita dengan nada yang ketakutan.

"Man Rabbuka?!" Aarav menaikkan nada suaranya.

"Allah."

"Man Rabbuka?!"

Alvin melepas sabuk pinggangnya dan melecutkan sabuk tersebut ke wajah Evrita. Namun, ia melakukannya dengan tidak sengaja. Jadi, itu tidak masalah, pikir Alvin demikian. Alvin ingin sekali tertawa kala Evrita mengaku dirinya adalah seorang jalang.

"Aaa ...!" teriak Evrita kesakitan.

Evrita berlari dan tanpa sengaja ia menekan kenop pintu sehingga membuat pintu ruangan itu terbuka. Evrita berlari, saking ketakutannya ia tidak sadar bahwa ia tengah berlari di dalam kantor perusahaan milik Alvin. Bahkan Evrita tidak sadar bahwa sebelumnya ia menyelinap masuk dengan susah payah ke dalam kantor ini.

Alvin menyalakan lampu dan tertawa puas dengan memegang perutnya yang kesakitan. Entah mengapa, dari dahulu kala selera humor mereka berdua sangat rendah. Bahkan ketika SMA, mereka menertawai kucing yang tak sengaja tertabrak tempat sampah kala mereka berdua hendak mengejarnya. Tak terasa, mereka berdua yang awalnya hanya sebatas kakak dan adik kelas kini sudah beranjak dewasa dan sukses bersama.

Seiring berjalannya waktu membawa para manusia ke waktu sore, malam, pagi, siang, sore, malam, pagi, siang, begitupun seterusnya sampai kini tiga bulan telah berlalu. Pasutri harmonis melalui hari-hari tersebut dengan indah. Kebahagiaan senantiasa menyelimuti keduanya. Terkadang, ada masalah sepele yang membuat mereka harus berjauhan. Namun, ketika masalah itu selesai justru membuat hubungannya semakin dekat saja. Banyak wanita yang iri kepada Syifa, tak sedikit juga pria yang iri kepada Alvin.

Alvin dan Syifa kini tengah duduk di balkon menikmati udara sejuknya pagi hari. Namun, di kala Alvin merangkul bahunya dengan mesra justru hati Syifa dilanda oleh kegelisahan yang luar biasa.

Beberapa minggu yang lalu, Anna dikabarkan tengah mengandung seorang anak. Jujur saja, Syifa merasa bahagia sekaligus iri dengannya. Namun, Syifa tetap memperbesar rasa bahagianya agar rasa iri di dalam hatinya terimpit. Alvin juga ikut senang mendengar kabar tersebut. Jujur saja, Syifa takut jika Alvin merasa belum beruntung karena tanda-tanda hamil tak kunjung datang kepada dirinya.

"Maafkan aku, Alvin," ujar Syifa seraya menundukkan kepalanya.

Alvin menoleh ke samping. Pria itu mengusap pucuk kepala milik sang istri dengan mesra. "Maaf? Untuk apa, Sayang?"

"Aku belum bisa memberimu seorang anak. Jika kau mau, aku mengizinkanmu untuk ..." Syifa mengembuskan napasnya secara perlahan. "Berpoligami."

Alvin tersenyum manis. Pria itu mengangkat dagu milik sang istri. Ia menatap langsung netra cantik yang dimiliki oleh Syifa. Matanya tampak berkaca-kaca, mungkin saja Syifa tengah merasa bersalah saat ini. Namun, nyatanya Alvin tidak terlalu menaruh harap agar Syifa bisa hamil cepat. Alvin hanya ingin Allah memberikan kepercayaannya pada waktu yang tepat.

"Aku tidak yakin bahwa kau akan ikhlas," goda Alvin.

"Ak—"

"Aku hanya mencintai dua wanita. Yaitu kau dan umi. Namun ... di suatu saat nanti aku akan mencintai tiga wanita."

Syifa menatap manik mata Alvin secara mendalam. "Istri keduamu?"

"Bukan. Anak perempuan kita nanti, Sayang."

Syifa sedikit tertegun dengan penuturannya. Hatinya benar-benar luluh dengan kalimat yang dilontarkan oleh Alvin seolah-olah bahwa yang ia katakan itu benar. Namun, Syifa masih ingat bahwa ada Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia. Perasaan Alvin bisa berubah dalam sekejap saja jika ada kehendak dari Allah. Syifa masih enggan untuk benar-benar percaya dengan penuturan pria yang ada di hadapannya karena Syifa terlalu takut jika hatinya dikecewakan.

"Allah pasti akan memberikan kepercayaan di waktu yang tepat, bukan di waktu yang cepat," sambung Alvin menenangkan.

Syifa tersenyum manis di balik cadarnya. Hatinya sangat bersyukur Alvin bisa bersabar walaupun Syifa tahu bahwa Alvin sangat ingin mempunyai anak. Kini perubahan Alvin benar-benar terlihat. Alvin sudah naik ke iqra enam, dia sudah bisa bangun pagi, dan juga sekarang pemikiran Alvin jauh lebih dewasa dari sebelum-sebelumnya. Kala itu, Fatimah hendak bersujud di kaki Syifa karena ia telah berhasil mengubah Alvin sedikit demi sedikit.

Hari-hari mereka yang indah selalu ditaburi oleh berbagai masalah, terutama dalangnya adalah wanita jalang bernama Evrita. Dia selalu datang ke rumah mengemis cinta dan untuk menawarkan dirinya sebagai pengganti Syifa. Perut Alvin cukup tergelitik dengan tujuannya datang ke sini. Tidak ada wanita yang bisa menggantikan Syifa. Syifa adalah wanita satu-satunya, tidak ada duanya.

Pasutri itu kini beranjak pergi ke taman belakang karena ada suara keributan di sana. Alvin menduganya bahwa itu adalah Evrita. Ya, ternyata benar. Para body guard berusaha untuk mengejar Evrita. Namun, wanita berpakaian kurang bahan itu justru menaik ke atas pohon dengan lincahnya. Alvin ingin sekali menembaknya. Namun, hatinya teringat janji yang sudah ia ucap kala itu. Alvin tengah berusaha untuk menghilangkan kebiasaannya merenggut nyawa orang lain.

Alvin menatap Evrita dengan tangan yang terus merangkul bahu Syifa sontak membuat hati Evrita kepanasan. Evrita berkali-kali menatap mata Syifa dengan tajam. Namun, Alvin justru berdeham dengan kasar dan menatap Evrita dengan tatapan yang lebih menusuk lagi.

"Kalian tidak perlu repot-repot mengejarku! Aku hanya ingin bertemu dengan kekasihku!" tegas Evrita seraya mendudukkan tubuhnya di atas pohon.

Bima hendak berancang-ancang untuk memanjat pohon. Namun, Alvin mengodenya agar diam saja. Lalu, Alvin menatap Bima dengan tatapan yang mendalam dan cukup lama, biasanya tatapan itu dilontarkan ketika Alvin membutuhkan senjata. Bima yang mengerti maksudnya langsung menyerahkan pistol miliknya. Alvin mengarah pistol tersebut ke kepala Evrita.

Semoga saja tidak khilaf.

"Turun sebelum pistol ini bertindak."

Syifa menatap wajah Alvin. "Kau melupakan janji itu?"

Alvin mengalihkan pandangannya ke wajah elok milik Syifa seraya berbisik, "Tidak, Sayang."

Alvin memalingkan wajahnya dan menatap Evrita yang masih terduduk di atas pohon. Evrita memasang raut wajah sedih. "Honey, apa kau---"

Dor!

_____

TO BE CONTINUED
USERNAME INSTAGRAM: faresyia_
Follow dongg

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang