SIM 69

809 131 3
                                    

Maaf kemaren gak up, abis kuota hehe.
Happy reading ❤️

_____

Alvin beranjak dari kursinya dan menghampiri Syifa. Alvin menahan punggung Syifa yang bersandar ke belakang. Lalu, Alvin memajukan sofa tersebut dan mendorong sandaran sofa hingga datar. Sofa itu memang bisa dijadikan sebagai kasur dan cukup nyaman bila tidur di sana. Syifa hanya menatap wajah Alvin dengan mata polosnya.

Alvin memungut bantal yang terjatuh. Setelah itu, Alvin merebahkan tubuh Syifa. Alvin tahu bahwa semalam wanita itu tidak bisa tertidur oleh karena itu sekarang ia merasa ngantuk. Alvin mengunci pintu ruangannya, lalu ia membuka cadar milik Syifa karena Alvin takut jika wanita itu merasa sesak jika cadarnya menempel di lubang hidung.

"Tidurlah, Sayang."

Syifa menganggukkan kepalanya. Lantas, ia memejamkan mata dan Alvin kembali duduk di kursi yang letaknya berhadapan dengan meja. Alvin kembali menatap layar laptopnya. Selang satu jam kemudian, Syifa sudah terlelap dan kini Alvin harus menemui klien. Alvin merasa bingung. Apa harus Alvin mengunci pintunya atau tidak usah? Jika Alvin menguncinya, itu sama saja Alvin mengurung Syifa di dalam ruangan. Namun, jika tidak, Alvin khawatir jika ada orang yang masuk dengan kondisi sang istri yang tidak memakai cadar.

Alvin meraih cadar milik Syifa yang ada di atas meja. Alvin mengikat tali dari kain tersebut di belakang kepala milik Syifa. Setelah itu, Alvin meninggalkan Syifa. Alvin juga tak lupa untuk menutup pintu ruangannya kembali. Namun, tidak dikunci. Alvin berjalan berpas-pasan dengan Aarav. Mereka pergi bersama ke ruang meeting.

Selang beberapa menit kemudian, meeting telah berakhir. Alvin masuk ke dalam ruangan dengan kondisi Syifa yang masih tertidur lelap. Alvin tersenyum lalu mencium keningnya. Alvin tidak sadar bahwa ruangannya belum ditutup. Cukup lama ia melakukan itu sontak membuat Aarav yang melewat ruangan Alvin tidak sengaja melihat adegan tersebut.

Aarav membuang muka. "Lihat tempat jika hendak melakukan sesuatu!" sindirnya seraya melanjutkan langkahnya.

Alvin menoleh ke belakang. Namun, tidak ada siapa-siapa. "Mengganggu saja."

....

Malam hari pun tiba, Alvin dan Syifa baru saja pulang dari kantor. Syifa benar-benar menemani suaminya dari pagi hingga malam. Sebelum pulang, mereka juga mengunjungi restoran milik Gardan. Mereka makan di sana. Namun, sayangnya mereka berdua tidak bertemu dengan pemilik restoran itu. Pria tersebut sibuk mengurus istrinya yang tengah hamil besar.

Pasutri itu masuk ke dalam rumah melewati para body guard yang tengah berbaris secara menyamping. Di dalam rumah, Alvin mendapati Aarav yang tengah terduduk memandanginya dan Syifa dengan raut wajah tengil. Alvin menatapnya dengan ekspresi kebingungan dan kaki yang berjalan sedikit gontai.

"Hm! Hm! Jika melihat kalian berdua rasanya aku seperti tersedak golok. Bawaannya ingin berdeham terus-menerus," goda Aarav seraya menautkan kedua alisnya.

Alvin mendekatkan bibirnya ke telinga milik Syifa. "Apakah dia masih waras?"

Syifa tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, sedangkan Aarav memudarkan raut wajah tengilnya. "Aku masih bisa mendengar suaramu!"

"Sehat sekali telingamu," sahut Alvin.

Alvin mempercepat langkahnya dengan tangan yang menuntun Syifa. Pasutri itu menaiki anak tangga satu persatu. Aarav memandangi punggung Alvin yang sudah mulai menjauh. Aarav tersenyum tipis. Rasa cinta di hatinya untuk Syifa tak kunjung memudar. Sulit sekali untuk menjauhkan perasaannya itu. Bukan hanya sulit, tetapi juga sakit. Aarav tahu bahwa perasaan ini tak seharusnya ada di hatinya. Namun, semuanya datang secara tiba-tiba.

'Maaf untuk ini. Namun, aku merasa bahwa dunia ini adil ketika Alvin kehilangan Syifa,' batinnya.

Di sebuah kamar yang mendominasi cat putih, ada pria yang tengah khawatir dengan wajah pucat sang istri yang baru saja melepas cadarnya. Sejak tadi di mobil, Syifa memang sudah merasa mual. Namun, ia menahannya agar Alvin tak mengetahui ini. Di usia kehamilannya yang nyaris menginjak enam bulan, Syifa masih merasakan mual. Namun, beberapa bulan yang lalu rasa mual itu telah menghilangkan dan kini datang kembali.

Alvin menyuruh Syifa untuk mengganti pakaiannya lebih dahulu sebelum ia beristirahat. Alvin mengambil kaus lengan panjang berwarna merah muda di lemarinya. Kemudian ia mengambil celana tidur berwarna hijau muda di lemari Syifa. Syifa menggelengkan kepalanya ketika Alvin memberikan celana dan baju yang menurutnya tidak matching sama sekali.

"Apa aku mempunyai celana tidur berwarna hitam?" tanya Syifa.

TBC

_____

USERNAME INSTAGRAM: faresyia_

Surat Izin Mencintai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang