TWELVE ✧ SHOWER TIME

48.6K 887 32
                                    

Pagi-pagi sekali, Jessi sudah bangun dari tidurnya. Ia menoleh menatap Felix yang berbaring di belakangnya, naked. Yah, mereka melakukan "itu" tadi malam. Mereka menghabiskan tiga ronde, dan Felix masih belum merasa puas, namun Jessi menolak karena hari ini ia harus pergi bekerja.

"Shhh"

Jessi mendesah saat merasakan remasan kuat di payudaranya, entah sejak kapan tangan Felix sudah berada disana. Felix semakin mendekatkan tubuh Jessi supaya menempel padanya.

"Ngghh Felix!!"

Jari-jari Felix mencubit puting Jessi membuatnya merasakan sakit, geli dan enak secara bersamaan.

"Felix, udah lahh, hari ini kan gue mau kerja"

"Siapa yang bolehin?" tanya Felix tanpa membuka matanya, masih bermain-main dengan puting Jessi.

"Felix.. kemarin kan kita udah bahas soal kerjaan.."

"Indeed. Tapi kapan gue bilang boleh?"

Jessi berdecak, Felix memang masih belum memberinya kepastian. Tapi Jessi ingin tetap bekerja.

"Yaudah.. sekarang boleh ya?"

Jessi membalikkan badannya menghadap Felix, menatap mata tajam suaminya dengan puppy eyes.

"Gue gak suka lo jadi model, Jess."

Jessi berdecak lagi, kali ini ia berhenti menatap Felix dengan puppy eyes nya, beralih memasang wajah murung serta bibir cemberut.

"Ahh tapi kan job gue dari dulu model.. masa gue cari loker lain sihh, Lix lo tau kan jaman sekarang tuh ngelamar kerja gak gampangg.."

"Kan gue udah bilang, lo jadi sekretaris gue aja."

"Gak mauu Lix, gak enak sama orang kantor lo."

"Yaudah gak usah kerja."

Felix mendekap tubuh Jessi erat, lalu memejamkan matanya lagi. Tidak memberi celah bagi Jessi untuk melepaskan diri dari pelukannya.

Jessi tidak suka ini, ia ingin tetap menjadi model. Ia menyukai karirnya. Tapi ibunya bilang, seorang istri hendaknya mematuhi ucapan suami. Seperti Yuli yang menuruti permintaan Yoseph saat Yoseph memintanya untuk berhenti bekerja. Atau Lidia yang selalu patuh setiap kali Farhan melarangnya untuk pergi arisan. Tapi Jessi tidak bisa seperti mereka, Jessi tidak mau. Jessi tidak suka.

"Lix.."

Felix menghembuskan nafas gusar, lalu membuka matanya lagi, menatap Jessi serius.

"Do i make myself clear, Jessica?"

Jessi tidak menjawab, ia bahkan tidak berani menatap mata Felix ketika pria dihadapannya ini sudah mulai serius. Felix tersenyum, namun matanya masih menatap tajam Jessi, jari-jari lembutnya membelai pipi Jessi, berhenti pada dagunya, lalu mengangkat dagu itu supaya wajah cantik istrinya menghadap padanya.

"Jawab, sayang~"

Jessi merinding setiap kali Felix berbisik di telinganya seperti itu, suaranya lembut, bibirnya tersenyum, namun kata-katanya bagai mengandung ancaman di dalamnya.

"Felix, gue tau lo gak suka kalo gue-"

Belum sempat Jessi menyelesaikan kalimatnya, Felix terkekeh, membuat Jessi enggan melanjutkan.

"Kebiasaan banget sih. Kalo orang nanya itu di jawab, Jessi. Jangan malah ngalihin topik."

Felix menatap langit-langit kamar, menghela napas panjang sambil memejamkan matanya, lalu kembali menatap Jessi dengan seringaian.

DominantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang