"I.."
Felix terdiam beberapa saat, lalu memejamkan matanya, menghela napas saat mengetahui apa yang dilakukan Jessi. Ia dapat mencium bau alkohol dari nafas perempuannya itu.
"You were drinking weren't you?"
Jessi terdiam di hadapan Felix. Tidak mengatakan apapun.
"Jess, you have a baby. You shouldn't drink alcohol."
Jessi meneguk saliva nya lamat-lamat. Takut bahwa Felix juga akan mengetahui bahwa ia juga tidur dengan pria lain, ia benar-benar menyesal. Jujur, jika saja ia bisa memutar balik waktu, ia tidak akan pergi ke club itu, ia akan lebih memilih untuk mabuk di rumah.
"And what did i told you about going to the club?"
Jessi diam cukup lama, memutuskan eye contact dengan Felix, tamparan ringan di pipinya cukup membuatnya mendesah kesakitan.
"Answer."
"I.. i can't go there, unless with you."
Felix mengangkat dagu Jessi dengan tangan kanannya, mengusap bibir tebalnya dengan ibu jari, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Jessi, membuat perempuan itu merinding saat merasakan bisikan disana.
"Good girl."
Ibu jari Felix memasuki mulut Jessi, bermain dengan lidahnya, sesekali membuat Jessi tersedak karena Felix mendorong jarinya masuk ke dalam tenggorokan Jessi, tapi entah mengapa, Jessi menyukai hal itu. Jessi benci mengakuinya, dan memang selama ini pun Jessi tidak pernah mengakui, bahwa sebenarnya ia merasa senang setiap kali Felix memanggilnya dengan sebutan itu.
"Now... what should i do.."
Felix memandangi wajah Jessi yang sedang bermain dengan jari-jarinya, dan gadis itu kali ini terlihat begitu penurut, tidak lagi keras seperti biasanya. Tatapan menentangnya sudah mulai melembut, membuat Felix menarik bibirnya keatas, menyeringai. Merasa dirinya semakin powerful.
Felix mengangkat dagu Jessi lebih tinggi, membuat gadis itu semakin dekat dengan wajahnya. Ia memiringkan kepalanya sambil menatap tajam Jessi, lalu kembali mendekatkan bibirnya ke telinga Jessi, membuat gadis itu lagi-lagi merinding karena bisikannya.
"Tell me... what should i do? hmm?"
Jessi diam selama beberapa saat, menelan ludah lamat-lamat, merasa gugup, takut, terintimidasi, semua menjadi satu. Dan ia tahu Felix tidak suka pertanyaannya diabaikan, ia juga tidak suka mengulangi kalimatnya. Setelah mengumpulkan cukup keberanian, Jessi akhirnya menjawab dengan enggan,
"P-punish me"
Senyum Felix melebar, merasa puas.
"You want me to punish you? so you do like punishment don't you?"
Gadis itu lagi-lagi terdiam, tidak tahu harus mengucapkan apa. Alih-alih menjawab, Jessi malah memutuskan kontak mata dengan Felix, memandang ke lantai. Tapi tentu saja Felix tidak menyukai itu, ia mengangkat dagu Jessi sekali lagi, membuat gadis dihadapannya itu menatap langsung ke mata gelapnya.
Jessi semakin merasa terintimidasi, merasa tersudut, ia merasa tidak bisa melakukan apapun lagi, padahal, Felix bahkan belum melakukan apapun kepadanya.
"You were drinking because you know i'll be mad right? you like making me angry don't you? you know i'll punish you so you do that on purpose. Am i right?"
Mengetahui Jessi tak kunjung menjawab, Felix pun kembali berbisik di telinganya, membuat gadis itu semakin gugup, sampai Jessi bahkan tidak bisa berpikir apapun, gugup membuat otaknya blank seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dominant
Romance⚠️ALERT!!!⚠️ 18+ 21+ Kisah cinta Jessi berakhir bahagia, ia sudah berpacaran dengan Felix sejak berada di bangku SMA. Setelah melewati berbagai cobaan, mereka berhasil menikah. Jessi bersyukur kisah cintanya tidak rumit, tidak ada siapapun yang beru...