Kehamilan Jessi sudah mencapai usia empat bulan, dan sikap gadis itu masih sama, dominan. Felix beberapa kali harus sering mengalah dengannya. Jessi juga jadi suka menuntut, jika ia ingin sesuatu, harus dituruti. Astaga, bagaimana ia bisa mengurus anaknya nanti. Tapi jauh di lubuk hatinya, Felix tidak sabar menanti anak itu lahir, kata Jessi, namanya Vincent. Nama yang sudah terdengar tampan untuk anak laki-laki pertama mereka.
Felix yang biasanya tidak punya perasaan dan seorang sadisme yang suka menyiksa, kini berubah menjadi penyayang dan begitu khawatir akan Jessi. Jessi tidak boleh berjalan terlalu jauh, Jessi tidak boleh tidur larut malam, Jessi tidak boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana seperti menyapu dan sebagainya. Akhirnya barulah mereka mencari seorang asisten rumah tangga.
Mereka berencana untuk merayakan kehamilan Jessi dengan teman-temannya. Dan teman-temannya akan datang hari ini.
Felix sudah menyiapkan begitu banyak makanan. Ia juga membelikan pakaian terbaik untuk Jessi supaya istrinya itu tetap tampil modis saat sedang mengandung.
Jessi tampil sempurna dengan dress silver panjang juga make up yang elegan. Ia sudah menunggu di depan pintu rumah selama sekitar tiga puluh menit. Teman-temannya itu semakin hari semakin sibuk, mereka sudah tidak pernah bertemu lagi. Jessi merindukan mereka.
"Jess astaga, gak usah di tungguin, nanti juga mereka dateng kok. Sini duduk."
Jessi menurut karena merasa tumitnya sudah mulai pegal, ia duduk di meja makan, memperhatikan Felix yang sedang menuang wine ke gelasnya.
Felix baru pulang meeting, ia masih mengenakan kemeja putih dengan dasi hitam. Ia melepas beberapa kancing teratas kemejanya serta mengendurkan dasinya, tangannya yang lain memegang segelas wine yang diteguknya perlahan-lahan.
Jessi terpana melihat gerakan Felix, kenapa ia baru menyadari suaminya begitu tampan? selama ini yang ia lihat dari Felix adalah sikap dominannya yang menyebalkan juga menuntut.
Felix menarik bangku, lalu duduk. Jari-jari tangannya membuka kerah kemeja semakin lebar, memperlihatkan leher dan dada bidangnya yang indah, sementara tangannya yang lain berada diatas meja, masih dengan segelas wine yang hampir habis.
Jessi menelan ludah, entah kenapa melihat Felix seperti itu membangunkan gairahnya, membuatnya berhasrat. Ia ingin diikat dengan dasi hitam itu lagi, ia ingin jari-jari lentik Felix memasuki bagian bawahnya lagi.
Decitan ban mobil diiringi klakson membuyarkan lamunan Jessi, ia segera mengedipkan matanya berkali-kali lalu berjalan menuju pintu, itu pasti teman-temannya.
Dan benar saja, mereka datang bersamaan. Jessi menyambut teman-temannyanya dengan pelukan hangat.
"AAAAAA GILAKKK JESSSI SUMPAH DEMI APAPUN GUE GAK NYANGKA BANGETTTT LO UDAH HAMIL JESS OMAYGATTT!!"
Tanpa perlu dijelaskan pun semua orang sudah tahu siapa yang berbicara. Lidia berteriak dengan girang, gadis itu memang tidak pernah kehilangan semangat dalam hal apapun.
"Berisik Lidiiii!!! lo gak kasian apa sama anaknya Jessi yang masih di perut? ntar sawan aja dah denger suara lo!"
"Apaan sih Jane, gapapa lah biar anaknya kenalan sama suara gue yang cetar HAHAHAH"
"Stress!"
Jessi membawa mereka masuk dan duduk di meja makan.
"Aduhh jadi enak, baru dateng langsung makan"
Jitakan Farhan mendarat di dahi gadis itu, membuatnya mengaduh kesakitan sambil mengusap dahinya sendiri.
Mereka bercakap-cakap santai sambil makan, juga bercanda, Lidia selalu heboh dalam setiap topik, Yuli lebih sering mendengarkan, Jane cenderung netral.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dominant
Romance⚠️ALERT!!!⚠️ 18+ 21+ Kisah cinta Jessi berakhir bahagia, ia sudah berpacaran dengan Felix sejak berada di bangku SMA. Setelah melewati berbagai cobaan, mereka berhasil menikah. Jessi bersyukur kisah cintanya tidak rumit, tidak ada siapapun yang beru...