Setelah mereka sarapan berdua, Felix dan Jessi hanya menonton film. Jessi masih terus menerus memeluk Felix, Felix sendiri bertanya-tanya apa yang terjadi pada istrinya. Jessi tidak biasanya seperti itu. Felix tidak tahu apa yang menyebabkan sikap Jessi berubah menjadi clingy, entah karena mabuk, atau karena mimpinya.
"Jess, katanya lo mau shopping."
Jessi hanya menggeleng, masih menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Felix. Sejujurnya, Felix merasa khawatir karena Jessi sering terdiam.
"Lo mimpi apa semalem?"
Alih-alih menjawab, Jessi malah berbalik menghadap Felix, memeluknya. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia bertingkah demikian. Apa karena ia takut kehilangan Felix? ia takut mimpi itu menjadi kenyataan? ah tidak, sebelumnya, ia harus memastikan kalau semua itu benar-benar hanya mimpi.
"Felix,"
Jessi mendongak menatap Felix. Sempat terkejut mendapati wajahnya penuh cakaran. Bagaimana mungkin Jessi baru menyadarinya sekarang.
"Astaga, Felix! muka lo kenapa?"
Jessi menyentuh bekas cakaran itu dengan lembut, Felix hanya tersenyum. Kemudian tangan hangatnya memegang jari-jari lentik Jessi.
"Lo mau tau?"
Jessi hanya mengangguk.
"Tadi pagi, ada kucing teriak-teriak, ga berenti-berenti. Dia neriakin nama gue, and.. cursing. Kayanya dia mimpi buruk, kucingnya sampe nangis, padahal lagi tidur. Gue coba bangunin tapi bukannya bangun dia malah nyakar, jadi terpaksa deh gue tampar kucingnya biar bangun, tadinya mau gue siram pake air, tapi ini kan di hotel, nanti kalo kasurnya basah repot."
Jessi bukan kucing! ia tahu Felix sedang menceritakan dirinya. Setelah berdecak, ia mencubit perut Felix kesal.
"Akh! Jessi! lo kok sekarang suka nyubit sih?! sakit tau"
"Ih biarin! lo aja suka gigit, suka nampar, suka nyekek, kan sakit juga."
"Ahhhahaha, itu beda."
Jessi kembali termenung, kalau yang dikatakan Felix benar, berarti semua itu hanya mimpi. Ia senang, tapi entah kenapa, impian itu masih terus menghantuinya, membuatnya merasa... kacau. Tangan Felix yang mengangkat dagunya menyadarkannya dari lamunan, memaksa mata kosongnya bertatapan langsung dengan mata tajam milik Felix.
"Tell me, Jessica. lo mimpi apa semalem?"
Jessi menghirup napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.
"Gue gak pernah ngeliat lo cursing separah itu. Lo mimpiin gue ya? gue bikin lo marah? kenapa?"
Jessi tidak sanggup terus-terusan ditatap Felix, tatapan Felix begitu mengintimidasi. Ia memeluk Felix lagi, kali ini, ia membenamkan wajahnya di bahu Felix.
"Gue mimpiin Clara."
"Because we're in New York?"
"I don't know.."
"Lo mimpiin Clara kenapa cursing nya ke gue?"
"Gue mimpiin lo juga"
"Lo sama Clara..""Having sex?"
Jessi hanya mengangguk kecil dalam pelukan Felix, padahal, sempat terbesit di pikirannya bahwa ia ingin menceraikan Felix setelah malam itu berlalu. Ia paling tidak suka di banding-bandingkan. Ia begitu membenci Felix saat itu.
Felix dapat merasakan Jessi semakin mengeratkan pelukannya, tubuhnya sedikit gemetar, detak jantungnya cepat.
"Forget it okay? it's just a nightmare."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dominant
Romance⚠️ALERT!!!⚠️ 18+ 21+ Kisah cinta Jessi berakhir bahagia, ia sudah berpacaran dengan Felix sejak berada di bangku SMA. Setelah melewati berbagai cobaan, mereka berhasil menikah. Jessi bersyukur kisah cintanya tidak rumit, tidak ada siapapun yang beru...