Wajah Jessi memerah seperti kepiting rebus saat ini, walau ia tahu Felix tidak dapat melihat wajahnya, tapi ia yakin Felix menyeringai puas saat ini. Pria itu senang ketika orang lain merasa malu karena telanjang di hadapannya. Ia seorang Voyeur.
Jessi ingin berdiri, namun Felix menahan punggungnya untuk tetap dalam posisi menungging.
"Give it to me"
Felix mengambil alih butt plug yang dipegang Jessi, lalu perlahan menempelkannya pada anus Jessi, ia langsung memejamkan matanya, mempersiapkan diri menyambut benda asing memasukinya. Perlahan, Felix mendorong butt plug itu, anus Jessi masih begitu sempit. Felix menuangkan beberapa tetes lubricant pada butt plug, lalu kembali menempelkannya di depan pintu masuk anus Jessi. Jessi menahan napas, matanya masih terpejam, ia tidak tahan sakit, ia takut.
"Akh!"
Jessi mengerang, membuat jantung Felix berhenti berdetak sejenak, lalu berdetak begitu cepat setelahnya. Jika Jessi terus membuat suara-suara rintihan seperti itu, Felix takut tidak dapat mengontrol dirinya. Jika diingat, ia sudah lama juga tidak mendengar Jessi kesakitan, dan.. di hati terdalamnya, ia merindukan hal itu, ia rindu menghukum Jessi, ia rindu menampar bokongnya, ia rindu menghukumnya. Tapi ia harus menahan hasrat itu selama Jessi hamil, ia tidak ingin melukai Jessi selama masa kehamilannya karena ia tahu orang hamil sangat rentan, baik fisiknya maupun pikirannya. Ia tidak mau Jessi mengalami stress dan kemudian berdampak pada anak pertamanya.
"Akh Felix! pelan!!"
Lagi-lagi, hasrat seorang sadisme memenuhi diri Felix, ia menelan ludahnya, memejamkan mata untuk menjernihkan pikirannya. Ia tidak boleh membiarkan nafsu mengambil alih dirinya. Ia mencoba untuk tetap tenang, lalu kembali melanjutkan kegiatannya.
Butt plug itu sudah masuk dengan sempurna. Felix menyuruh Jessi untuk berdiri, lalu berjalan menuju kamarnya. Jessi merasa begitu aneh saat melangkah, logam di bokongnya membuatnya merasa... tidak nyaman. Ia tidak dapat mendeskripsikan bagaimana rasanya, begitu asing dan tidak biasa.
"Lix.. berarti gue gak bisa duduk dong?"
Felix hanya terkekeh mendengar pertanyaan Jessi. Ia beralih mengambil ponselnya, lalu membuka kamera, mengarahkannya kepada Jessi yang hanya mengenakan crop tee tanpa bra, serta ekor kucing yang menancap di anusnya.
"Lix lo ngapain!!!"
Lagi-lagi, Felix tidak menjawab pertanyaan Jessi, ia hanya terkekeh dan terus mengarahkan kameranya mengikuti Jessi.
"Show me your tail, cat."
Jessi mengernyit bingung mendengar panggilan baru dari Felix, astaga, pria itu selalu membuatnya bingung. Tapi, entah mengapa tubuh Jessi bergerak mengikuti perintahnya, ia menunjukkan bokongnya ke kamera, lalu menggoyang-goyangkan ekornya bagaikan seekor kucing, Felix menyeringai puas. Oh, kejadian seperti ini membuatnya teringat akan seseorang yang seharusnya tidak ia ingat. Felix segera menghentikan permainan itu, mematikan kameranya lalu membawa Jessi menuju tempat tidur.
"Listen, Jessica. Since you were lying to me, then you must be punished, okay?"
"What? I'm not lying!"
Felix menghela napas, lalu menatap Jessi tajam, menunjukkan padanya bahwa Felix lelah dengan sifatnya yang terus protes. Jessi tidak pernah menyadari kesalahannya jika Felix tidak menegurnya, selalu saja begitu. Gadis itu selalu menguji kesabarannya.
"Seriously! what's wrong with you? i'm not lying to you, i don't make mistake! i am-"
"Penalty?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dominant
Romance⚠️ALERT!!!⚠️ 18+ 21+ Kisah cinta Jessi berakhir bahagia, ia sudah berpacaran dengan Felix sejak berada di bangku SMA. Setelah melewati berbagai cobaan, mereka berhasil menikah. Jessi bersyukur kisah cintanya tidak rumit, tidak ada siapapun yang beru...