NINETEEN ✧ IT'S BORING

22.9K 553 10
                                    

Jessi bersemangat seketika, senyumnya mengembang.

"Game?"

"Yeah"

"What kind of game?"

Jessi dapat mendengar Felix terkekeh di seberang sana. Ia jadi semakin semangat mengira-ngira apa yang akan Felix lakukan.

"Nanti juga lo bakal tau."
"Anyways,"
"Have you been a good girl?"

Jantung Jessi berdegup lebih cepat saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut Felix, apa-apaan ini? apakah Jessi sudah mulai terbiasa dengan topik seperti itu?

"Yeah."

"Oh, sweetheart. You know what you supposed to say, right?"

"I mean.. yes.. Sir."

"Good."

"Jadi? kita mau main game apa?"

Jessi mendengar Felix tertawa lagi, tak lama kemudian, Felix mematikan sambungan telepon secara sepihak. Jessi langsung merasa geram dibuatnya, ingin rasanya ia melempar ponsel berlogokan buah apel itu keluar dari jendela. Andai Felix disisinya sekarang, Jessi ingin sekali menjambak rambutnya, menggigitnya, ia kesal, ia geram bukan main. Jessi benci Felix. Felix yang selalu bertindak semaunya, Felix yang sudah membawa Jessi terbang ke awan lalu menghempaskannya ke lautan terdalam.

Sementara jauh di seberang pulau, Felix merasa puas menggoda Jessi. Ah, andai ia dapat melihat wajah kesal istrinya, ia pasti akan semakin merasa puas. Sebenarnya alasannnya mematikan sambungan telepon secara sepihak hanyalah karena ia ingin mengganti sambungan telepon dengan video call. Tapi ia sengaja tidak memberitahu alasannya kepada Jessi supaya gadis itu merasa jegkel.

Felix memandangi wajah Jessi yang memenuhi layar ponselnya, wanita pirang itu cemberut sambil menatap marah, wajah juteknya persis dengan wajah yang diperlihatkan Jessi saat pertama kali mereka bertemu. Wajah itulah yang membuat Felix tertarik, membuat Felix merasa tertantang. Ia ingin melihat wajah angkuh itu berubah memelas, ia ingin melihat tatapan yang penuh dengan kemarahan itu digantikan dengan tangis meminta ampunan. Tidak, tidak, Felix tidak memiliki dendam apapun kepada Jessi, hanya saja, Felix menyukai hal itu. Orang yang angkuh berubah menjadi seorang pemohon, Felix suka itu. Orang yang biasa mendapat apa yang ia mau, berubah menjadi orang yang hanya mendapatkan apa yang boleh  ia dapatkan. Seseorang yang bossy  berubah menjadi orang yang begitu tunduk dan penurut. Felix merasakan kepuasan tersendiri saat menyaksikan hal-hal seperti itu.

"Kalo lo gak ngomong gue matiin nih!" Ancam Jessi yang jenuh karena Felix hanya memandanginya tanpa bicara apapun. Felix tertawa, membuat Jessi semakin merasa jengkel, semakin ingin membanting ponsel mewahnya.

"Gue kan udah bilang, kita mau main game."

"Ya game apa? to the point aja gak bisa?"

Felix hanya tersenyum menanggapi ucapan Jessi. Setelah cukup lama memberikan senyum menawannya, barulah ia mulai menjelaskan.

"Simple. All you have to do is touch yourself as before. But this time, i didn't give you any instructions. You can touch wherever and whatever you want. But i'll tell you how to start it."

Jessi terdiam sejenak, lalu mulai mengangguk setuju.

"Answer."

"Yes, Sir."

Yah, sudah dimulai. Jessi masih tidak suka setiap Felix menyuruhnya unfuk menjawab dengan jawaban verbal.

"First, take off your clothes."
"Put your phone on the desk so i can see you."

Jessi menelan ludah, lagi-lagi ia melakukan hal aneh bersama Felix. Ia merasa canggung dan ragu-ragu, ia masih belum terbiasa membuka pakaiannya di depan Felix.

"More sensual, sweetheart."

Perlahan ia menurunkan tali lingerienya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak mampu melihat lurus ke layar ponselnya dimana Felix menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Look at me."

Ah, Jessi paling benci perintah itu, ia tidak mau. Ia tidak bisa. Tanpa mengindahkan kata-kata Felix, Jessi melanjutkan kegiatannya sampai ia sudah tidak mengenakan sehelai benang pun sekarang. Jessi menunggu perintah Felix, tapi Felix hanya diam. Bahkan senyum liciknya pun sudah lenyap. Ia hanya menatap Jessi dalam diam, tanpa mengatakan apapun. Jessi menatap kamera, menyatukan kedua alisnya bingung menatap Felix.

"Gue gak bakal lanjut kalo lo gak ngeliat gue. Paham?"

Kata-kata Felix terdengar begitu penuh penekanan, membuat Jessi hanya bisa pasrah mengikuti kemauannya. Akhirnya, Jessi pun mengangguk mengiyakan.

"Answer."

"Yes, Sir.."

"Good girl,"
"Now, touch your lips, move slowly to your neck, and then touch your breast. Don't you dare to squeeze it, just touch."

Jessi mulai menyentuh bibirnya, lalu jari-jarinya bergerak turun menuju lehernya, kemudian berhenti di payudaranya, astaga, Jessi ingin sekali meremasnya. Tanpa sadar, Jessi menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata.

"Don't close your eyes. Look. At. Me."

Jessi menurut, membuka matanya, menatap Felix yang sedang memandanginya melalui layar telepon.

"Now, move your hands down, and start touching."

Perlahan tapi pasti, Jessi menurunkan tangannya sampai menyentuh vaginanya, tatapan Felix membuatnya merasa malu, membuatnya merasa canggung, ia tidak bisa terus menerus menatap mata tajam di layar ponselnya.

"Play honey, play. Play as much as you want. I won't give you any instructions this time. You have full control of your body right now. Don't waste this time, sweetheart."

Jessi tahu, Jessi tahu kali ini tangannya bisa bergerak sesuka hati, tanpa perintah dari Felix, ia tidak lagi harus menuruti kata-kata suaminya itu, ia dapat melakukan apapun semuanya. Hanya saja, ia tidak bisa, ia tidak bisa melakukan hal itu di depan Felix.

"Oh Jessi, yakin gak mau? atau.. lo lebih suka kayak kemarin?"

Jessi menggeleng dengan cepat. Ia tidak mau, ia tidak suka berada di bawah kendali seseorang, bahkan ingin pelepasan pun harus menunggu perintah Felix, ia tidak suka itu. Ia tidak mau seperti itu.

"Then play with yourself."
"Show me."
"Show how lewd you can be."

Jessi mulai mengusap-usap vaginanya, perlahan, ia masih bertingkah jaim. Andai Felix tidak melihat, tangan Jessi pasti sudah bergerak liar saat ini. Ia pasti sudah mengocok vagina nya sendiri dengan cepat, bahkan mungkin ia sudah mencapai klimaks.

Felix menatapnya dengan bosan, lalu mulai menunjukkan kekesalannya.

"Gue matiin aja ya, gak seru."

"Jangan!"

Jika video call itu terputus, Jessi tidak akan bisa melanjutkan kegiatannya. Jessi memang merasa malu karena Felix melihatnya, tapi jika Felix mematikan video call nya, Jessi akan kembali merasa kesepian.

"Jangan? tapi lo ngebosenin."

Jessi sakit hati. Untuk pertama kalinya Jessi merasa sakit hati karena ucapan Felix. Felix mengatakannya dengan wajah angkuh, ia benci wajah itu.

"Do something, Jessica."
"Do something that will makes me want to keep watching."

✧✧✧

I don't know anymore what should i say to you bcs y'all keep waiting and keep supporting me even if all i have done just being a liar, make a promise, give u hopes and then lost it at the end. Thank you isn't enough.


But, thanks a lot for always being understanding.

~Asmodeus

DominantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang