83: Bayi

919 85 15
                                    

Namun, tidak ada obat penyesalan di dunia. Yang bisa Gigie lakukan hanyalah menenangkan hatinya dan terus berjalan. Bagaimanapun, dia telah mencapai titik ini dan dia tidak meminta apa pun kecuali anak itu.

Iya, anaknya!

Gigie tiba-tiba sadar kembali lalu dia melihat sekeliling sementara tidak ada yang memperhatikan dirinya. Lalu Gigie menyelinap ke lantai dua dengan cepat.

Setelah berjalan beberapa langkah ke lantai dua, dia masih bisa samar-samar mendengar suara teriakan Kakek Bright. Semua pusat perhatian perjamuan hari ini telah diambil oleh orang lain, bagaimana mungkin dia tidak marah.

Sekarang Gigie hanya ingin membawa anaknya pergi dan dia tidak pedul dengan perkara yang lain. Gigie berjalan beberapa langkah dan menemukan ada sesuatu yang salah. Sepertinya ada dua bayangan di lantai. Dia sangat takut sehingga dia memucat. Dia pura-pura tidak melihatnya dan dia berjalan dua langkah lalu tiba-tiba lari.

Benar saja, ada langkah kaki mengejarnya di belakang, dan Gigie ditekan ke dinding dan tidak bisa bergerak. Orang itu berkata dengan suara yang rendah, "Jangan teriak, aku Bright."

Gigie menghela nafas lega terlebih dahulu, dan kemudian tidak bisa menahan amarah dan kesedihannya - dia masih tidak bisa tidak menyalahkan Bright. Dia menyalahkan Bright karena membuatnya putus tunangan dengan Mix dan tidak bisa ketemu dengan anaknya!

Jadi perasaannya saat ini untuk Bright sangat rumit. Mungkin dia masih menyukai Bright, tetapi semuanya telah berubah setelah sekian lama.

Gigie melepaskan belenggu Bright dan bersandar ke dinding tanpa berbicara.

Mereka berdiri di koridor, satu dengan rambut yang tidak terurus dan satu lagi dengan goresan di wajahnya. Yang paling konyol adalah situasi mereka saat ini disebabkan oleh satu sama lain.

Gigie menahan kesedihan di hatinya dan berkata dengan dingin, "Apa? Kamu mau menyerahkan ke kakekmu sekarang?"

Goresan di wajah Bright sangat menyakitkan, jadi dia hanya bisa mengurangi ekspresinya yang marah dan berkata dengan dingin: "Kalau aku mau menyerahkan kamu ke kakekku, udah dari tadi aku teriak."

"Setidaknya kamu masih punya hati nurani . Bright, kamu tahu yang aku hanya mau anakku sendiri. Jika kamu punya hati nurani, bisakah kamu mengembalikannya kepadaku?"

"Titik awal seseorang itu menentukan masa depan orang itu. Kamu tidak bisa memberinya masa depan yang bagus."

Gigie tersenyum pahit: "Aku tidak perlu titik awal yang tinggi, aku hanya berharap yang aku bisa hidup dengan anakku dalam damai. Aku tidak mau dia punya masa kecil yang sama seperti kamu."

"Kamu tidak takut dia akan membencimu di masa depan? Lagi pula, tidak ada yang mau menyerahkan kehidupan bagus seperti ini."

"Aku tidak akan memberitahunya."

"Kamu tidak merasa yang kamu itu terlalu egois?"

"Apakah kamu tidak egois untuk melatih anakmu sebagai mesin penghasil uang?"

"Kalau kamu yang membesarkan anak itu, setelah mereka besar apakah mereka tidak perlu bekerja dan menghasilkan uang? Saat itu, bebannya untuk menghidupi seluruh keluarga sendirian akan lebih berat daripada sekarang. Kamu tega? "

 Gigie bersikeras: "Aku tidak akan menjadi bebannya, dan aku tidak akan membiarkan dia menjadi dirimu yang kedua. Bright ... kembalikan anak itu kepadaku, tolong kembalikan anak itu kepadaku ... Aku tidak menginginkan apa pun selain anakku."

Bright menatapnya dengan tenang: "Itu aja yang kamu mau, nggak ada yang lain lagi?"

Butuh waktu lama bagi Gigie untuk mengatakan: "Ya, aku hanya mau anakku!"

Aku Hanya Mau Jadi Kentang! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang