47. Final War(2): Not Ending

105 28 18
                                    

Ketukan rintik tertahan, jatuh pada cairan merah yang kental. Elegi yang aksa menjadi jatukrama dan membentuk lakuna yang amerta. Bentala bukanlah tempat bagi wanodya yang memiliki nayanika laksmi sepertimu. Maaf.

-Leonick Agnelo-

Penulis nyoba sok puitis><
Maaf kalo bagus(?)
Canda:v penulis lama gak main puisi, jadi kangen.

Penulis nyoba sok puitis><Maaf kalo bagus(?)Canda:v penulis lama gak main puisi, jadi kangen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ayo, apa yang membuatmu ragu? Tinggal tarik pelatuknya dan—”

“Zay!”

Suara yang samar, siapa itu? Ah, tidak perlu dipedulikan, yang penting sekarang ia harus membuat pemuda ini mati bunuh diri.

“Tarik pelatuk Z—”

“Zayan!”

Oke. Ini sudah tidak menyenangkan lagi. Wanita yang saat ini bersama Zayan sudah tidak bisa melanjutkan aksinya karena suara samar dari luar sana.

“G-Gio ….” Pistol di tangan Zayan jatuh ke lantai karena lepas dari genggaman tangan. Ia merasa bingung, hampa, dan kosong. Namun, otaknya cukup baik merespon panggilan tadi.

“Cih, jadi gagal,” keluh wanita tersebut sambil menggertakkan giginya dengan nyaring.

“Kau di sini dulu, coba kabur kau akan mati karena sengatan listrik,” ujarnya sebelum pergi. Dapat Zayan dengar suara langkah kaki wanita tadi mulai menjauh dan berakhir dengan suara decitan oleh pintu.

"Dia bilang tadi Gio, ya? Menarik." Si Wanita menyungging senyum penuh arti.

Gio tadi sengaja berteriak, ia sedikit memiliki firasat buruk tentang siapa gerangan orang yang saat ini sedang bersama Zayan setelah melihat monster titan di sana.

“Guinivere,” desisnya yang kemudian kembali meneriaki nama Zayan lagi. Namun, langkah Gio terhenti ketika mendapati sesosok wanita familier yang baru saja keluar dari ruang ujung lorong.

Kilat kemarahan segera tercipta dari mata tajam Gio. “Kau … maniak bunuh diri!” Dugaannya tepat sekali.

Wanita di sana langsung tersenyum mengerikan ketika matanya menangkap figur Gio.

“Oh, Adik? Aku hampir tidak mengenalimu. Jadi apa ini? Kenapa mewarnai rambutmu?” Wanita yang disebut Gio Guiniver tadi melangkah mendekat sambil melepas wig yang ia kenakan. Menampilkan surai putih abu yang merupakan ciri khas keluarga Dendarta.

“Jangan banyak mengoceh, di mana Zay? Kau apakan dia?” geram Gio yang sudah mempersiapkan sepasang pistol di tangannya.

Mata Guinivere melirik ke bawah, ia langsung tertawa terpingkal-pingkal. “Ah, apa-apaan itu? Kau membuatku terkejut sebanyak dua kali, Adik!”

“Berhenti memanggilku begitu, aku bukan adikmu atau siapa pun.”

Guinivere tampak meraih sepasang pistol yang ia selipkan di punggung belakangnya. Dua pistol yang terlihat mirip dengan yang ada di tangan Gio saat ini. Ah, bukan mirip lagi, itu terlihat sama.

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang