11. Eksekusi

535 104 56
                                    

Manusia sejatinya baik. Baik dalam hal menepatkan kebenaran searah dengan kepentingannya. Sandiwara panggung dunia yang menggelikan.

-Leonick Agnelo-

-Leonick Agnelo-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Keempat anak manusia itu langsung tercekat. Baru menyadari beberapa meter di depan mereka ada sebuah pintu putih yang di jaga seorang algojo mengerikan seperti di film-film fantasi. Tubuh berotot yang selalu memamerkan sixpack. Topeng dengan tanduk seperti kambing, melambangkan pemuja setan. Kemudian tidak lupa, kapak tajam besar di kedua tangan. Walaupun nampaknya penjaga itu masih tertidur. Ia hanya duduk dikursi dan bersandar pada pintu. Diam. Tak bergerak barang sedikitpun. Namun keheningan ini menciptakan ilusi lain berupa suara nafas monster yang menyapa telinga dengan halus.

Zayan susah payah meneguk salivanya. “Apa itu manusia?” bisik si Penakut.

“Gunakan otak,” gumam Leon pada dirinya sendiri, ia mengulangi kata-kata yang diucapkan pria serba putih tadi. Mata Leon kembali melirik sekitar ruangan kecil dengan cepat. “Ukuran ruangan 8 m x 11,5?” Leon mundur dua langkah. “Banyak perabotan yang—”

“D-Dia bangun! Makhluk itu berdiri, Waaa!!!” Zayan berteriak histeris.

Mereka mundur serempak sampai menyentuh tembok. Bahkan pintu yang mereka gunakan untuk masuk ke sini lenyap entah ke mana rimbanya. Si Monster Algojo tadi benar-benar bergerak. Dengan efek suara bak tulang retak, ia menekuk leher, menelengkannya ke kanan dan ke kiri. Lalu mengangkat kedua kapaknya. Dan … berteriak seperti naga kesurupan reog.

“Menghindar!!” Leon reflek menarik Chastine kencang ke kanan, Sedangkan Gio berguling ke kiri dan Zayan melompat ke kiri juga. Karena si Mosnter Algojo berlari lurus dengan kecepatan tinggi. Menabrak tembok sampai retak. Dia bahkan tidak menggunakan senjata atau baju baja untuk menghancurkan tembok malang itu.

"Aduh, duh. Makhluk terkutuk itu!"

Gio membantu Zayan berdiri. “Apapun dia, kita harus mengalahkan sampah mengerikan ini dulu.” Ia menatap Leon dan Chastine di seberang sana. Berusaha mengatur nafas karena detakan jantung yang keras.

“Bagaimana? Lihat dia yang bisa meneguk kita—ugh!”

Leon menjilat bibir, berusaha berpikir. Namun di tengah situasi genting itu, Chastine menarik lengan bajunya. “Kenapa? Kau terluka?”

Chastine menggeleng, ia lalu menunjuk rak-rak yang menjulang panjang di sekitar. Hanya dengan petunjuk itu, Leon langsung paham. “Zay! Gio!” panggil Leon sembari menunjuk rak di belakang kedua lelaki di sana.

“Ah … begitu.”

“Apanya?”

“Kau monyet bodoh, bantu saja aku!” Gio segera berlari ke sisi rak. Memandang ke atas, memperkirakan seberapa tinggi dan seberapa berat benda yang ia pegang ini.

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang