41. Lomba Membunuh: Habisi Leon!

90 29 12
                                    

Jangan berani melirik pada kegelapan, karena jika dia menatapmu balik, kau sudah tersesat. Jangan merengek jalan pulang yang tidak pernah ada lagi.

-Leonick Agnelo-

Catatan penulis:
Ketahuilah, satu bintang atau komen dari kalian sangat berharga bagi saya🙆


Catatan penulis:Ketahuilah, satu bintang atau komen dari kalian sangat berharga bagi saya🙆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cepat!

Chastine terus memacu langkah kakinya seperti orang gila, bahkan mungkin saja ia bisa berlomba dengan atlet lari tercepat di dunia, sekelas Usain Bolt atau Lamont Marcell Jacobs.

Cepat! Cepat! Cepat!

Saking tidak warasnya, Chastine yang melihat sebuah sepeda motor milik pengantar pos yang pemiliknya baru saja turun, menangkap kesempatan sinting. Dengan cekatan ia menaiki motor tersebut—pencuri handal—membelah jalan, berbelok ke kanan dan memasuki gang sempit yang merupakan jalan pintas.

Aku harus cepat! Harus cepat! Harus cepat! Cepat! Cepat! Cepat! Cepat!

Pikiran dalam otak Chastine begitu horor, banyak bayangan-bayangan gila yang membuatnya ketakutan bukan main.

Ia bahkan tidak ragu-ragu menancap gas motor, menorobos kerumunan anak-anak yang bermain, menyerempet seorang nenek, dan juga menerobos sekumpulan wanita-wanita penggosip di gang tersebut.

Leon! Aku harus melindungi Leon!

“Minggir kalian semua keparat!”

Sementara sang guru yang tertinggal jauh di belakang sana bertugas untuk membereskan kekacauan yang Chastine buat. Bukan main sumpah serapah yang keluar dari mulut Halona.

That’s fucking crazy stupid idot girl!” Ia sampai bingung harus menyumpah dengan sebutan apa lagi. Sebenarnya apa yang Chastine kejar?


***


PRANG!!

Leon reflek melompat ke samping kasur. Dadanya naik turun, sangat terkejut dengan puluhan peluru misterius yang ditembakkan secara brutal ke kamarnya. Membuat kaca besar di kamar Leon pecah seketika.

“Apa-apaan itu?” gumam Leon. Kini tidak ada serangan lagi, sepertinya orang yang ingin mencelakai atau bahkan mungkin saja ingin membunuhnya itu tengah mencari celah lain untuk menyerang.

Setelah mengobrol singkat dengan Eveline tadi, Leon langsung balik ke kamarnya. Niat hati ingin berbaring mengistirahatkan diri, tapi malah dapat kejutan begini. Sial sekali. Otak jeniusnya masih berusaha mencerna apa yang terjadi.

Pemuda beriris bak permata Emerald itu merebahkan diri—masih bersembunyi di samping kasur megahnya.

“Pertama surat dan burung gagak, kedua adalah mama, sekarang peluru misterius ini. Ck! What’s going on here!”

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang