Jika kehidupan selanjutnya sungguh ada, aku sangat berharap kita tidak lagi berjumpa.
-Anthropie Satanisia-
Kapal mini yang Leon kemudi akhirnya telah mencapai titik tujuan. Ia langsung disuguhi pemandangan luar biasa yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
"Pantas saja tidak ketahuan sama sekali. Atau memang sengaja pemerintah dunia sembunyikan," simpul Leon yang menepi di salah satu ujung dari kapal selam raksasa tersebut.
Kaki panjang Leon melompat turun. Lantai tempat ia berpijak sungguh unik, karena dilapisi dengan tanah, pasir, dan rerumputan.
Ah, jangan lupakan juga beberapa jenis tumbuhan di sekitar, bahkan ada cukup banyak pohon sehingga membuat siapa pun yang tidak tahu, akan menganggap tempat ini sebagai pulau biasa yang tak berpenghuni.
"Oh .... " Pemuda tampan itu sempat terperanjat kecil ketika mendapati seekor ular besar dengan perut membola, melintas lambat di hadapannya.
"Aku baru sadar yang ini, bahkan ada berbagai jenis ..." Leon memutar kepala, menatap ke sekitar. "hewan," sambungnya.
Oke. Sekarang bukan saat untuk terlena, Leon harus menemukan pintu masuk dari kapal selam ini.
Setelah sekitar lima sampai sepuluh menit berputar-putar menyusuri kapal yang menyerupai pulau, Leon akhirnya menemukan objek yang mencurigakan.
"Arsiteknya siapa ya, ini? Aku ingin menghajarnya barang sekali," gumam Leon sedikit kesal. Padahal keadaannya sekarang bisa dikatakan sekarat hanya dari melihat seluruh luka di tubuhnya.
"Bagaimana membuka ini?" Leon memegangi buah pisang--atau semacamnya, yang dibuat mirip buah pisang--dan diduga berlaku sebagai knop pintu.
"Keras," komentarnya, membuktikan kalau objek yang tertancap pada pohon besar yang menempel di bukit kecil ini bukan buah pisang sungguhan.
"Berarti ini benar adalah pintunya." Leon menarij knop tersebut ke bawah, ada bunyi 'klik' seperti sesuatu di dalam terbuka. Dengan perlahan, ia mendorong pintu jadi-jadian itu.
Lantas mendapati pemandangan dalam kapal yang tak kalah ganjilnya. "Kalau ada Zay, dia pasti sudah berisik, heboh."
Leon melangkah masuk. Dinding-dinding kapal terlihat disinari dengan lampu lilin emas ala kerajaan-kerajaan Eropa pada abad pertengahan. Lantai di sepanjang mata memandang pun dilapisi kain tebal dengan motif-motif dan warna elit yang unik.
"Apa ini benar kapal selam?" Leon mulai merasa tidak yakin, tetapi kakinya tidak berhenti melangkah, menyusuri lorong yang kosong dan terasa hampa.
Mendekati ujung lorong, Leon di hadapkan dengan jalan simpang empat. Di mana ia harus memilih untuk lurus, belok kiri, atau belok kanan.
"Jadi begitu." Leon menoleh ke belakang, memperhatikan lagi sederet lilin dan pola unik di lantai. Si jenius langsung mengulas senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN || Mental Game
Mystery / Thriller[COMPLETE] WARNING! Bagi yang masih di bawah umur tidak dianjurkan membaca ini.) Ketika mental dan psikologis manusia dijadikan mainan semata. Sisi gelap dari dunia dengan pertumpahan emosi serta keringat berdarah. Di mana membunuh atau dibunuh menj...