48. Final War(3): Say Good Bye

104 31 11
                                    

Mata mengisyaratkan segalanya ketika lidah berkilah. Satu detik adalah waktu maksimal untuk memperhatikan pupil itu.

-Ardelle Chastine Garneta-

“Makhluk gila,” desis seorang pemuda tampan dengan iris hijau bak permata emeraldnya yang terlihat memudar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Makhluk gila,” desis seorang pemuda tampan dengan iris hijau bak permata emeraldnya yang terlihat memudar. Wajahnya babak belur dengan banyak luka di sekujur tubuh, dari tergores, tersayat, bahkan ada bagian yang tertusuk di bahu kiri.

Proses hemostasis atau pembekuan darah, di mana darah seharusnya akan menggumpal untuk menutupi atau menyembuhkan luka serta mencegah tubuh untuk kehilangan banyak darah, agaknya sudah tidak bekerja dengan baik.

Netra Leon menatap seorang lelaki gagah perkasa dengan pakaian serba hitamnya yang sudah compang-camping di depan sana. Sang musuh juga babak belur, bahkan kaki kirinya terkilir ke belakang, ia berjalan dengan kondisi seperti itu tanpa menunjukkan reaksi kesakitan.

“Chastine … jangan-jangan orang itu mengidap CIPA,” simpul Leon ketika mendapati musuh mereka—Len—malah berlari kencang dengan tangan patah yang seperti melayang-layang dan kaki kirinya yang terputar ke belakang.

For your information, CIPA adalah singkatan dari Congenital Insensitivity To Pain, yakni kondisi di mana seseorang tidak akan bisa merasakan rasa sakit sama sekali.

“Iya, Conginetal Analgesia.” Chastine yang juga tak kalah babak belur, masih berusaha mambalas. Ia berlari berlawanan arah dengan Len. Ketika Len mengayunkan pisau ke arahnya dengan sangat cepat, Chastine menunduk dan meluncur ke bawah, mengincar kaki terkilir ke belakang milik Len, menendangnya sampai pria kekar itu terputar dan terjatuh.

Conginetal Analgesia adalah nama lain dari penyakit Congenital Insensitivity To Pain atau disebut dengan CIPA tadi.

“Telapak tangan yang berkulit tebal dan kasar.” Leon memaksakan diri berlari ke arah Len untuk memberikan serangan susulan. “Kuku jari yang cacat, karena itu kau selalu menggunakan sarung tangan yang sudah hancur tadi.” Leon menendang perut Len dengan sekuat tenaga.

“Bercak di kulit kepala dan sangat lincah.” Leon berniat memberikan pukulan lagi, tapi Len dengan cepat bangkit dan menyabetkan pisau itu ke arah leher Leon. Membuat pemuda ini hampir saja kehilangan nyawa kalau tidak Chastine tarik ke belakang.

“Benar, semua ciri-ciri itu. Dia mengidap CIPA.” Leon menyerang sambil melakukan analisis, dia juga sudah gila rupanya.

“Leon tak apa? Apa terluka lagi? Maaf.” Chastine bertanya dengan raut wajah khawatir.

Leon hanya menjawab dengan gelengan. “Chast, kita harus melepaskan kaki itu atau membuatnya buta,” pintanya yang sudah berguling ke kanan untuk menghindari serangan gila dari Len.

‘Chast’? Ini baru. Leon secara tidak sadar memberikan Chastine nama panggilan yang khusus. Bukankah begitu? Atau Leon melakukannya secara sadar? Entahlah, siapa yang tahu, hanya Leon.

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang