37. Pasangan Monster

166 35 13
                                    

Setiap manusia memiliki sejarahnya sendiri, peristiwa masa lalu yang ingin dibenamkan bersama mentari malam.

-Leonick Agnelo-


-Leonick Agnelo-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Wah, ini makan malam untuk dua orang atau untuk pesta?” kagum Zayan, ia sendiri sudah lama tidak merasakan suasana seperti ini, lebih dari setengah hidupnya ia habiskan di dalam sekolah sialan itu.

Mata Gio menyapu bersih deretan makanan sepanjang meja dua meter yang disusun penuh.

“Apa mereka pikir kita ini babi?” celanya tidak sopan, membuat sosok pelayan yang berdiri di sana jadi merasa takut.

“Ma-maaf tuan-tuan sekalian, apa ada dari makanan yang sudah disajikan ini, Anda sekalian tidak makan? Tidak suka atau alergi misalnya. Atau mungkin ini masih kurang? Kami bisa—”

“Berisik! Pergi saja sana! Akan kami panggil kalau perlu!” seru Zayan kasar, membuat pelayan tadi membungkuk dalam dan segera menghilang di balik pintu.

Gio mengerjapkan mata, menatap pada Zayan hampir tidak percaya. “Apa yang kau lakukan?” desisnya setengah berbisik.

Makhluk yang ditanya malah memasang tampang sombong seolah dia adalah orang paling kaya di dunia. “Anak terbuang sepertimu pasti tidak tahu, kan?” hinanya menyebalkan.

Pisau di samping piring Gio bisa saja melayang kalau ia ingin. Tahan … tahan.

Menunjuk-nunjuk, Zayan masih dengan lagak sombongnya. “Itu tadi cara menunjukkan kalau kita adalah orang kaya dengan kuasa,” ocehnya sembrono.

“Gaya seorang bangsawan … bangsawan!” cicitnya lagi semakin sesat.

Tuh, kan, goblok.

Gio menggeleng-geleng, memilih untuk memakan hidangan di depan saja dari pada berdebat dengan seorang Zayan, ia bisa tambah gila.

“Oh, iya, Gio,” panggil Zayan setelah mereka dikuasai keheningan tidak lebih dari satu menit.

“ ….”

Tidak ada jawaban, Gio masih asyik menarik kaki kepiting rebus untuk ia santap.

“Oi … Gio!” seru anak gila itu mengeraskan suara.

Hening, sang objek masih tidak mengacuhkan panggilannya.

“Gio lihat sini, woi!”

Merasa masih diabaikan, Zayan kemudian melayangkan satu ekor ayam panggang tepat ke pangkuan Gio. Membuat pemuda tersebut mendeliknya tajam.

“Cari mati!”

“Makanya dengarkan aku!” protes Zayan merasa senang mendapat amunisi menjahili Gio.

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang