50. Mahkota Hijau Berdarah

205 35 29
                                    

Kau adalah anugerah kematian terindah yang menjatuhkanku pada secercah cahaya, setelah melanglang buana di dalam kegelapan.

-Leonick Agnelo-


5 tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5 tahun kemudian.

Leon menyugar rambut  hitamnya yang sudah panjang--jadi cukup gondrong. Seulas senyuman tak terdefinisikan masih begitu tampak pada raut wajahnya yang tampan.

"Ah ... jadi Zay sudah tahu kalau kau bukan adiknya, Zeine, melainkan Eveline?" tanya Leon sambil menyalakan pemantik untuk rokoknya.

Wanita berparas anggun di samping menghela napas pelan. "Benar, aku yang beri tahu sendiri. Masalahnya, dia justru akan percaya kalau Zeine pura-pura bisu agar Zayan berguna, dari pada Zeine mati dan kau gantikan dengan sosok asing," jelas bibir kecil yang memiliki lipstik merah nan tebal itu.

Leon tersenyum tipis, menarik pinggang Eveline agar menempel padanya, mengalungkan tangan kekar itu di sana dengan nyaman.

"Kau bukan orang asing." Mulut Leon mengeluarkan asab tebal dari rokok yang ia hisap tadi. "Kau adalah pengantinku, ingat?" sambungnya lagi.

Membuat Eveline mendengkus lalu terkekeh kemudian. "Siapa sangka kau malah akan membuat hal seperti ini," ucapnya dengan netra yang menatap lekat objek-objek dalam layar raksasa di hadapannya sekarang.

Layar raksasa di sana ada dua. Satu yang menunjukkan mobilitas padat di suatu kota, dan satunya lagi menunjukkan sekumpulan manusia uji coba, berpakaian bak tentara Sparta yang tengah bergemul dengan musuh mereka--hewan-hewan buas yang sengaja dibuat kelaparan.

Eveline bersidekap. "Akan kau buat jadi seperti apa anak-anak di sana?" Ia mengatakan anak-anak bukan karena faktor umur Eveline yang lebih tua, akan tetapi memang berupa fakta kalau manusia yang tengah bertarung dengan puluhan monster di sana merupakan remaja berusia emas, tujuh belas sampai dua puluh empat tahun.

Sebelum menjawab pertanyaan itu, seseorang berseragam ketat dengan garis biru cemerlang di beberapa garis bajunya masuk. Orang ini juga dilengkapi dengan helm abu-abu yang senada dengan seragam dan pula ada beberapa garis biru di sana.

"Tuan, ada yang ingin bertemu dengan Anda. Katanya sebut saja 'teman lama'," lapor orang tersebut setelah menunduk kecil sebagai salam hormat.

Leon menoleh dan mengibaskan tangan. "Itu pasti Gio atau Zay," tebaknya. "Bilang aku akan segera turun. Ah, hidangkan mereka makan dan minum yang layak ... dan juga layani sebaik mungkin."

"Baik, Tuan."

Pintu nan besar yang menjulang tinggi kembali tertutup.

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang