21. Wujud Iblis (2)

432 50 16
                                    

Bahkan mataku sudah tidak bisa membedakan mana manusia dan mana binatang.

-Leonick Agenlo-











Dalam sisi gelap dari dunia ini, pembunuhmu adalah wajah yang terakhir kali kau lihat pada ambang kematian.

“Apa kalian lupa kalau ini adalah sekolah khusus juga?” Chastine menduduki punggung Fillan, memangku dagu, menatap malas pada seonggok tubuh yang masih terkapar di depan sana—Allrick.

Beberapa saat sebelumnya kedua orang itu terlalu asik memperhatikan pertarungan antara Chastine dan Lara—sudah almarhum. Baik Fillan maupun Allarick tidak sadar kalau mereka telah dikepung oleh seklompok anak-anak bersenjata. Tahu-tahu mereka sudah terlibat perkelahian dengan serangan mendadak secara bersamaan, mungkin lebih tepat kalau dikatakan dengan pengeroyokan.

Jumlah pasukan dadakan itu dua belas orang, semua memegang senjata unik. Dua panah beracun untuk melumpuhkan saraf, pistol berisi gas bius, dan sisanya memegang potongan kayu biasa. Semuanya bertopeng, hanya ada satu identitas pasti. Mereka adalah murid sekolah ini.

Chastine telah mengamati beberapa hal. Seperti sebagian murid yang ternyata adalah anak jalanan tanpa identitas resmi. Mereka hidup dengan dibayar untuk melakukan sesauatu. Uniknya bahkan untuk sekolah saja mereka akan dibayar, diberi tempat tinggal berupa asrama, dan diberi makan untuk misi tertentu. Uang adalah Tuhan dan mereka adalah hamba yang lebih mirip disebut budak. Setelah dibayar lunas, mereka segera beranjak pergi meninggal Chastine dan dua anak itu.

Fillan dan Allarick yang sudah babak belur dihajar, dibius, dan diracuni kini berada di bawah kaki gadis berkulit pucat itu. Sebenarnya ini bukan gaya bertarung Chastine, ia lebih suka terluka saat melawan musuhnya dari pada harus melibatkan orang lain. Tidak ada sensasinya. Hanya saja ini semua adalah—

“Rencana Leon ….” Chastine beranjak. Melangkah mengambil pisau dengan gagang naga biru. “sampai sini saja.” Ia menoleh, tersenyum penuh arti melihat dua insan tak berdaya tergeletak di sana.

“Minta, ya.” Chastine mendekati Fillan, membalikan tubuh laki-laki itu agar telentang. Gadis itu menarik paksa ke atas kelopak mata Filla agar terbuka. Ia lalu menancapkan pisau tadi pinggir bola mata Fillan. Dengan terampil dicongkelnya bola mata itu tersebut lalu ia tarik paksa sampai lepas. Chastine melakukan hal yang sama pada mata sebelahnya. Kemudian ia akan mengambil mata Allarick juga.

Chastine tidak berniat membunuh mereka sampai keduanya bangun sendiri nanti. Tanpa mata. Tentu reaksi mereka nanti akan seru untuk ditonton.

"Hihi." Gadis itu tertawa seperti kuntilanak lagi. Ia pun melanjutkan kegiatan yang baguinya menyenangkan itu sambil bersenandung kecil. Menyanyikan lagu kesukaan.

Sunday is gloomy,
(Hari minggu yang suram)

My hours are slumberless,
(Waktuku untuk tertidur)

Dearest the shadows,
(Tersayang dalam bayangan)

I live with are numberless,
(Aku hidup dalam hitungan)

Little white flowers will never awaken you,
(Bunga putih kecil tak akan pernah membangunkanmu)

Not where the black coach of sorrow has taken you,
(Tidak dimana pelatih hitam kesedihan yang telah terjadi padamu)

Angels have no thought of ever returning you,
(Malaikat tidak memikirkan  (untuk) pernah mengembalikanmu)

Would they be angry if I thought of joining you,
(Apakah mereka akan marah jika aku memikirkan bersatu denganmu)

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang