35. Kandidat Pasangan : Pengantin

192 37 6
                                    

Aku menemukan puzzle dan berhasil memecahkannya, lalu kamu menghilang. Semua terasa begitu nyata hingga sangat mengerikan. Tolong jangan datang. Aku dan kamu tidak bisa diselamatkan.

-Leonick Agnelo-



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Setelah dipegang oleh Zeine dan Zayan, bisnis Camilo Family menjadi lebih tenang," komentar Gio yang tadi malam tidak jadi tidur karena mendapat desakkan tiba-tiba dari teman kurang ajarnya.

"Mari jadikan calon sekutu." Leon naik dari kolam renang, mengambil handuk di leher Gio lalu mengusapkan ke kepalanya yang basah.

"Mana Zay?" tanyanya lagi pada pemuda berambut biru malam itu.

"Sedang dihukum si BSK."

Leon sontak mengulum senyum. "Tidak cemburu?"

"Berhenti menggodaku, brengsek!"

"Haha! Habis reaksimu sangat menyenangkan!"

Gio jadi berniat menenggelamkan kepala Leon di kolam saja. "Keparat kau," desisnya dengan wajah sangar yang malah membuat Leon semakin senang.

"Aku dapat nilai sempurna lagi, kau mau ke mana liburan semester ini?"

Benar, di SMA ini hanya mengadakan sekali ujian untuk satu mata pelajaran wajib saja. Jadi hanya memakan waktu satu hari. Dan tentu tidak ada remidial karena setiap murid telah memiliki satu bidang yang dikuasai.

Gio sempat berpikir sejenak dan menjawab dengan wajah yang merah padam. "Jangan bertanya jika kau sudah tahu jawabannya."

Leon tergelak puas, ia menepuk pundak Gio dua kali kemudian melangkah pergi-ganti baju. "Selamat berjuang, ya, adek kecil," ucap pemilik mata emerald itu dengan nada tengil dan sedikit menunduk, menatap bagian bawah tubuh Gio.

"Bajingan tengik," sumpah Gio dengan nada rendah, ia merasa seperti gunung merapi yang sedang erupsi. Wajahnya sangat panas sampai ke ubun-ubun.

Leon masih tersenyum-senyum sendiri ketika sudah ganti baju dan ke luar dari kamar ganti. Namun bukannya Gio, ia malah menemukan Zeine, sang kepala sekolah, yang untuk pertama kalinya menunjukkan wujud lebih dulu.

"Aku melihatmu dari kejauhan tadi," ungkap Zeine dengan bahasa isyarat menggunakan kedua tangannya.

Lelaki beriris hijau tersebut langsung tersenyum ramah dan sedikit menunduk untuk memberi salam. "Untunglah saya sudah belajar bahasa isyarat semalam suntuk." Tangan kekarnya meraih tangan kanan Zeine. "khusus untuk Anda," lanjut Leon mencium tangan tersebut.

"Bukankah ini etika saat bertemu guru? Apalagi kepala sekolah," jelas Leon atas tindakan kurang ajarnya barusan.

Zeine tidak terlihat marah sama sekali, malah wanita yang terlihat masih berumur dua puluhan ini pipinya merona seperti jambu air yang masak. Ia menarik tangannya dari genggaman Leon dengan canggung.

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang