38. Change

166 34 14
                                    

Kamu adalah alasan kehidupan dan kesengsaraan, jadi jangan menghilang.

-Ardelle Chastine Garneta-

Note: Sebenarnya dari awal, cerita ini sudah author labeli dengan konten dewasa, bukan karena penuh adegan ranjangnya, tapi karena cerita berisi konten kekerasan, pembunuhan, penyiksaan, dan lain-lain. Nah, untuk chapter ini, author ingin kembali mengingatkan, bagi yang tidak cukup umur, tolong adegan ‘panas’ nya skip saja, ya. Terima kasih.


 Terima kasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Ah ….” Lenguhan dan desahan yang tertahan disertai tangisan keluar bagai impuls dari diri seorang gadis dengan pakaian khas pelayan.

Tangan dan kakinya diikat pada tiap sisi berbeda di atas meja, sedangkan tubuhnya digerayangi dengan kasar dan penuh nafsu oleh tiga pria sekaligus.

“Ja-janganhh! Tolong henti—ah!” Lagi, perempuan itu otomatis melenguh erotis ketika bagian sensitif tubuhnya yang berada di bawah perut dan dia antara kaki, kemasukan dua buah jari.

Come on, mendesah lagi! Lebih keras!” perintah salah sorang dari tiga pria di sana, ia semakin mencepatkan ritme jarinya yang ke luar dan masuk di dalam lubang kenikmatan itu. Membuat pelayan tadi semakin menggila.

Sedangkan dua pria lainnya yang tidak tahan lagi segera menanggal baju pelayan itu sehingga tidak tersisa lagi barang sehelai benang pun yang menutupi tubuh indahnya.

Segera saja keduanya menyerang lagi. Satu meremas gemas sepasang dada ranum yang besar dan bulat seperti bola milik pelayan itu, dan satunya lagi membuka celana sendiri, memasukkan paksa tanda keperkasaanya ke dalam mulut pelayan tersebut.

“Harusnya kau mendesah lebih keras lagi,” komentar seorang saksi yang berdiri santai, menyender pada pagar pembatas di tepian balkon.

Rambut saksi itu hitam legam, matanya juga berwarna senada, dengan ekspresi dingin, ia menyaksikan pemerkosaan itu seperti tengah sedang menonton pertandingan bola, dan ia berlaku sebagai komentatornya.

Dia adalah Chastine, yang bosan menunggu Leon dan memilih untuk jalan-jalan. Kemudian malah menemukan adegan menarik ini.

“Ikatannya tidak kencang, kau bisa melawan. Tapi sebelum itu, buat mereka mabuk dengan pesona tubuh dan desahanmu itu, dasar wanita bodoh,” gumamnya lagi, menopang dagu.

“Kukumu panjang, kau bisa mencolok bola mata salah satunya, buat panik, tendang burung mereka atau cakar saja sekalian. Tapi tunggu mereka mencapai titik ternikmat, mengeluarkan cairan putih yang kental itu, karena tenaga mereka biasanya akan menurun setelah itu,” racau Chastine lagi yang tentu saja tidak dapat didengar oleh orang-orang di bawah sana.

“Kau bertanya apakah itu akan berhasil? Tentu saja.” Chastine menyibak rambutnya ke belakang. “Aku sudah pernah mengalami hal seperti itu di masa lalu.”

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang