22. Wujud Iblis (Final)

403 43 14
                                    

Aku tidak mengerti. Bagaimana mencintaimu dengan sederhana? Karena aku hanya tau cara mempersembahkan tubuh-tubuh tanpa nyawa.

-Ardelle Chastine Garneta-

-Ardelle Chastine Garneta-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Katanya tidak ada orang tua yang ingin menyakiti anaknya.

“Allarick! Dasar anak setan! Kemari kau!”

“Ingin kuracuni, hah?”

Katanya semua orang tua menyayangi anaknya.

“Ya ampun, Allarick, aku ingin bunuh diri saja kalau begini!”

“Kamu ini benar-benar beban kami.”

Katanya jika orang tua memukul anaknya itu tanda bahwa mereka sayang.

“Kamu ini bikin malu saja bisanya.”

“Haruskah ku masak racun agar kita mati sama-sama?”

Katanya demi seorang anak para orang tua rela berkorban apapun tanpa pamrih.

“Kamu harusnya bersyukur kami besarkan sampai sekarang.”

“Kamu harus membalas jasa-jasa kami.”

Sehinga menimbulkan ideoligi bahwa anak harus menuruti, anak harus berbakti, anak harus balas budi. Kalau tidak maka jadi anak durhaka.

“Dasar anak tidak tahu diri!”

“Cari orang tuamu yang lain di luar sana! Siapa yang ingin anak sepertimu?”

Namun aku … tanpa menjadi anak durhaka pun rasanya sudah hidup di neraka. Mereka memang tidak selalu jahat, karena itu aku hanya membenci diriku sendiri, bukan kedua orang tuaku. Ah, aku bohong. Aku kadang membenci mereka, benci sekali rasanya sampai ingin mati saja.

Untuk melampiaskan rasa yang tak tersampaikan itu, aku biasanya menulis. Dengan menulis, dunia serasa berada di tanganku. Aku yang mengendalikan segalanya. Tokoh, alur, dan dunia baru. Sungguh melegakan membunuh para tokoh itu setelah mereka berjuang mati-matian. Aku tidak perlu merasa bersalah atau takut. Karena mereka hanya fiksi.

Sayangnya tulisanku diketahui oleh Ayah dan Ibu. Mereka murka lalu menghajarku. Soalnya tokoh-tokoh di sana adalah mereka. Iya, kedua orang tuaku. Kutulis cerita tentang mereka lalu kubunuh mereka dicerita itu. Apa salahnya? Itu hanya cerita! Semua hanaya imajinasiku saja! Kenapa ayah dan ibu jadi takut begini? Apa karena di sana tertulis bahwa aku membenci mereka dengan segenap jiwa? Kenapa selalu memukul kalau aku salah? Padahal mulut diciptakan Tuhan untuk bertindak lebih dulu dari pada tangan dan kaki, kan? Atau otak mereka tidak mengerti akan hal itu, ya. Bisa jadi. Ayah dan Ibuku yang malang.

Aku tidak suka hidup ini, tapi aku tidak ingin mati. Tidak ada jaminan kalau aku bahagia setelah mati dan itu lebih menakutkan lagi. Nafasku terus berjalan hanya karena aku tidak boleh mati.

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang