6. Adu Otak

639 151 67
                                    

Karena untuk beranjak darimu, Setidak mungkin menghitung jarak, Dari tiap tetes hujan petang.

–Ardelle Chastine Garneta—

–Ardelle Chastine Garneta—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Palsu. Semuanya hanyalah rekayasa. Makhluk berjenis kelamin wanita sungguh yang paling pelik dalam berdrama. Mereka paling handal membangun panggung sandiwara dan meletakkan diri sebagai korbannya. Bukan tersangka. Kemudian di akhir mereka akan mentertawakan orang-orang yang percaya akan kesaksiannya.

“Menjijikan.” Leon melangkah ringan. Menyurusi koridor sembari memutar kepalanya. Bukan putaran penuh yang dapat dilakukan oleh burung hantu. Hanya konotasi bahwa lelaki itu tengah berpikir. Menggunakan otaknya.

Mengambung-ambungkan dompet cantik milik gadis yang mengaku tunangan Alex tadi, Leon bergumam sendiri, “Pertama, dia palsu. Aku pernah melihat isi dompet Alex, di sana terpajang foto seorang wanita berdarah asia murni. Bukan campuran sepertinya.” Walaupun kejadian itu cukup lama sebelum Alex menghilang dan hanya beberapa sekon saja. Ingatan Leon dan matanya yang jeli memang bukan main. Leon tidak sengaja melirik isi dompet Alex ketika lelaki itu mengeluarkan isi dompetnya untuk mencari kartu pelajar yang ditanyakan satpam sekolah.

Leon menghentikan langkah, mendapati beberapa murid yang pingsan dan mual-mual melewatinya. Beberapa dari mereka yang masih normal terlihat panik dengan raut wajah menyiratkan rasa takut tetap berusaha menolong. Gedung H sudah dekat, yang menjadi pertanyaan di benak Leon adalah, “Buat apa perempuan itu berbohong? Apa motifnya? Tujuan apa yang dia inginkan?” gumam Leon setengah menilingkan kepala. “Aku akan ikuti permainanmu.” Namun Leon tidak pernah tahu bahwa keputusannya ini semacam bom bunuh diri. Atau mungkin ia sudah membangunn rencana di kepala rumitnya itu? Entahlah, siapa yang tahu pasti isi otak dan hati manusia? Hanya Tuhan. Bagi yang percaya.

Dengan susah payah Leon menerobos gerombolan siswa yang tidak ingin ketinggalan momen untuk menyaksikan langsung. Seonggok mayat memprihatinkan bersimbah darah segar yang sudah sedikit mengental.

Leon memperhatikan mayat Alex dari jarak aman. Lima meter. Iris hijaunya menangkap dengan seksama setiap detail yang bisa ia pahami. Kemudian setelah beberapa saat ia pun beralih menatap seorang gadis malang tengah menangis tersedu-sedu di samping mayat tersebut.

Bisik-bisik.

“D-dia sungguh hanya terjatuh dari lantai atas?”

“Mana mungkin! Ini pasti pembunuhan!”

“Pasti pembunuhnya adalah psikopat …, lihat kepalanya yang terbelah itu—ukh! MENGERIKAN!”

“Bahkan isi perutnya sampai ke luar begitu. Alex yang malang.”

“Foto-foto cepat! Ambil video juga!”

“Cepat! Sebelum pihak lain mengganggu!”

“Berita besar! Berita besar!”

HIDDEN || Mental GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang