27. Menghapus Luka?

222 10 0
                                    

Sudah hampir dua Minggu sejak Alex melamar Sarla. Keysha serta keluarga sibuk mempersiapkan pernikahan karena Minggu depan pernikahan akan dilangsungkan. Semuanya ide Keysha yang tidak mau menunda waktu. Mendekati hari H Keysha benar-benar dibuat sibuk untuk membagikan undangan, memang tidak banyak yang diundang karena ini adalah pernikahan sederhana.

Kini tinggal satu undangan yang belum Keysha beri. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuh Keysha saat ingin memberikan undangan tersebut. Hanya dengan memandangi sebuah rumah yang ada di hadapannya saja sudah cukup membuat tubuh Keysha bergetar hebat. Sebisa mungkin ia menyembunyikan rasa takutnya dengan senyuman.

Seorang pria paruh baya berdiri di sebelah Keysha seraya menghela napas berulang kali. Sejujurnya ini adalah tempat yang dihindarinya untuk datang bersama Keysha. Terlalu banyak luka yang terukir di sini sehingga lebih baik Keysha tak datang kemari. Namun, akibat keras kepalanya Keysha ia berdiri kembali di depan rumah ini. Tempat di mana ia terus di hina karena ia bukan orang Indonesia asli.

"Kita pulang aja?" tawar Alex yang tahu apa yang putrinya rasakan.

Keysha menggeleng. "Kita udah di depan rumahnya. Kenapa nggak masuk aja?" ucap Keysha dengan ujung bibir yang dipaksa naik.

Alex meraih tangan Keysha. Dingin. Itulah yang Alex rasakan saat kulitnya bersentuhan dengan telapak tangan Keysha. 

"Biar Papa aja yang masuk, kamu di dalam mobil aja!" titah Alex sembari melangkah maju. Namun, baru maju selangkah Keysha sudah menghentikannya.

"Keysha nggak mau terus sembunyi, memang susah tapi Keysha bisa mencobanya, 'kan?"

Alex menunduk sekejab lalu menganggukkan kepala pelan. "Papa nggak bisa nolak permintaan kamu."

Keysha tersenyum bahagia. "Makasih, pa."

Drtt! Drtt!

Keysha menoleh ke arah Alex karena suara getaran itu berasal dari saku papanya.

Alex yang ingin menolak panggilan tersebut namun Keysha melarangnya. "Angkat aja, Pa."

Alex mengangguk seraya menempelkan ponsel ke telinganya.

"Saya sudah bilang, hari ini ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan."

Keysha menatap wajah papanya yang terlihat kesal. Ia menebak bila telepon itu terkait dengan pekerjaan papanya.

"Kamu bilang ke mereka untuk menunggu sampai saya selesai atau mereka boleh membatalkan kontrak."

Keysha membelalakkan matanya. Tidak, ini bukanlah papanya. Alex nggak pernah mencampuri urusan pribadi dengan kantor.

Keysha langsung meraih ponsel dari tangan Alex. "Persiapkan aja meeting-nya papa nanti ke sana."

Alex mengambil ponselnya dari tangan Keysha dengan wajah marah. "Kalau gitu ayo kita pulang!" titah Alex dengan wajah memerah.

Keysha menghela napas. Ia tahu saat ini Papanya sangatlah marah namun ia tak bisa mengikuti keinginan Papanya itu.

"Keysha nggak mau pulang, Keysha mau di sini," ucap Keysha.

Alex menatap putrinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Percuma menyuruh Keysha untuk menurutinya karena putrinya itu sangatlah keras kepala.

"Kamu tunggu sini, Papa telepon Aqsa dulu." Alex pergi menjauh dari tempat Keysha berdiri.

Keysha hanya mengangguk pasrah. Pasti Papanya menyuruh Aqsa untuk datang ke sini. Apa salahnya bila ia menyerahkan undangan ini sendirian?

Alex kembali mendekat ke arah Keysha setelah sibuk dengan ponselnya. "Kamu jangan masuk sebelum Aqsa datang, dengar?!"

Keynand [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang