Keysha sudah siap dengan aksinya untuk kabur dari rumah. Setelah beberapa saat yang lalu ia memperhatikan keadaan sekitar, barulah Keysha bisa keluar dari kamar dengan sebuah tas kecil tergantung di lehernya.
Pagi ini Sarla pergi ke pasar, Maura sedang berkutat dengan buku-bukunya mengingat sebentar lagi ujian akhir sekolah, Aidan yang baru pulang tadi malam saat ini tertidur setelah pulang salat subuh tadi pagi, dan Papanya saat ini sedang sibuk berbicara dengan ponselnya.
Keysha berjalan mengendap-endap menuju pintu utama. Bila ia melewati pintu belakang, maka Alex akan mengetahuinya. Perlahan tapi pasti Keysha akhirnya sampai di pintu utama. Tangannya memutar gagang pintu dengan lembut agar tidak menimbulkan suara.
Berhasil, Keysha menutup kembali pintu dan berlari keluar dari rumahnya. Gadis itu terus berlari melewati taman yang biasanya dijadikan sebagai tempat bersantai, tapi kakinya terhenti saat melihat seorang laki-laki berdiri menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Keysha terdiam sejenak melihat laki-laki itu. Tangannya mengepal kuat dengan mata yang mulai memerah. Tidak, Keysha tidak boleh hanyut dalam emosi. Kini ia harus pergi.
"Tunggu!" Keysha yang hendak kembali berlari langsung mengurungkan niatnya.
"Gue harap Lo bisa nemuin kebenarannya, Key. Selain itu, gue minta maaf atas semuanya." Laki-laki itu menundukkan kepala dengan tatapan bersalah.
Keysha berdecih. Apa pantas orang yang melakukan segalanya untuk menghancurkan hidup orang lain ia maafkan? Bahkan sampai sekarang Keysha masih berusaha menerima kebenaran yang masih abu-abu.
"Gue harap saat kebenaran sudah ada di tangan gue, Lo nggak kabur. Sampai kapan pun gue nggak akan memaafkan atas apa yang Lo lakuin itu. Bukan tentang gue, tapi tentang orang di sekitar gue yang menderita karena perbuatan bodoh Lo!"
Keysha berjalan mendekat ke arah laki-laki itu. Darahnya berdesir hebat. Kepalan ditangannya kian mengerat. Keysha menghentikan langkahnya. Jarak di antara mereka hanya beberapa senti saja.
"Gue janji, Lo nggak akan bisa hidup tenang. Persiapkan diri Lo sebelum tinggal di ruangan kecil alih-alih di rumah mewah ini!" bisik Keysha tepat di samping telingan laki-laki itu.
Keysha langsung mundur. Untuk sesaat Keysha menatap laki-laki tajam, hingga akhirnya ia kembali berlari.
KEYNAND
Terasa seperti mimpi Keysha duduk di sini. Tak pernah terpikir olehnya hari ini akan tiba. Hari di mana Keysha tidak menyangka akan terjadi, kalaupun Keysha pernah memikirkannya pasti terasa mustahil.
Saat ini ia berada di salah satu ruangan di mana biasanya keluarga berkunjung untuk melihat anaknya. Mata Keysha tak beralih pada gadis yang duduk di hadapannya dengan mata berkaca-kaca. Tak hanya gadis itu, Keysha pun tak kuasa menahan air matanya. Ia sejak tadi menangis sambil dengan isakan kecil.
"Kalaupun ini mimpi gue nggak mau bangun, gue mau tetap di sini," lirih Keysha sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Gadis yang duduk di hadapan Keysha memejamkan matanya yang membuat air mata yang tertahan di pelupuk mata meluncur seketika.
"Tapi ini bukan mimpi, ini nyata."
Suara itu sudah lama tidak Keysha dengar. Kedua manik mata Keysha menatap mata gadis yang duduk di hadapannya. Gadis bercadar hitam itu mengenggam tangan Keysha erat. Untuk pertama kali setelah sekian lama mereka merasakan perasaan ini lagi.
"Banyak yang udah terjadi, kenapa Lo nggak muncul? Lo tahu apa yang gue rasakan, huh? Gue—" Keysha tak kuasa melanjutkan ucapannya. Tenggorokannya tercekat dan air mata terus mengalir.
"Maaf, kalau bisa gue nggak akan ninggalin Lo, Key. Sayang, keadaan memisahkan Keysha. Akan sangat berbahaya kalau gue muncul. Nyawa Lo, gue, dan papa akan dalam bahaya. Lo tahu itu bukan? Pasti sebelum ke sini Lo udah tahu kebenarannya." Ucapan panjang yang keluar dari mulut gadis itu membuat Keysha teringat sesuatu.
Keysha merogoh tas kecil yang dibawanya dari rumah dan mengeluarkan sebuah novel yang dibawanya ke mana pun.
"Lo yang nulis ini, 'kan?" tanya Keysha.
Gadis itu mengangguk. "Gue nggak tahu lagi gimana caranya bisa cerita ke Lo mengenai kejadian yang sebenarnya dan satu-satunya cara adalah novel. Lo tahu gue sampai nggak tidur untuk nyelesaiin novel itu. Lo tahu sendiri gue nggak suka baca."
Keysha terkekeh ditengah tangisnya. Ia mengusap air matanya dan menatap kembali mata gadis yang duduk di hadapannya.
"Apa semua yang tertulis di sini benar? Lo pasti ngarang, kan? Lo bohong kalau Bang Fariz yang—"
"Sayangnya itu benar, Key."
"Kalau iya benar, kenapa dia ngirim buku ini ke gue secara diam-diam?" tanya Keysha membuat sang lawan bicara mengerutkan kening.
"Lo serius?"
"Serius, awalnya gue nggak tahu siapa yang ngirim ini. Terus pas gue lihat cctv ternyata Bang Fariz yang naruh novel ini di depan rumah."
"Gue nggak tahu soal itu, tapi satu hal yang pasti beberapa kali gue ngeliat dia datang ke sini."
"Lo nggak papa, kan?" tanya Keysha khawatir.
Gadis itu menggeleng.
"Sebelum Lo cerita semuanya ke gue, gue mau Lo lakuin sesuatu."
"Apa itu?"
Keysha mengeluarkan ponsel lamanya dengan kartu SIM yang baru saja digantinya tadi.
"Untuk apa hp?"
Keysha menjelaskan semuanya pada gadis itu secara terperinci. Sesekali sang lawan bicara menolak ide gila Keysha. Tapi pada akhirnya ia setuju.
Keysha menelepon seseorang dengan suara yang di speaker. Ponselnya diletakkan di atas meja dan mereka sama-sama menunggu telepon diangkat.
"Halo."
Keysha tersenyum miring. Ia memberi kode pada gadis itu untuk bicara.
"Om, ingat saya?"
"Keysha? Ada apa kamu telepon saya?"
"Ternyata om sudah lupa sama saya."
"Keysha, kamu jangan main-main sama saya!"
Keysha tersenyum miring. Ia dapat mendengar suara ketakutan dari orang yang mereka telepon.
"Saya tidak pernah bermain-main. Bukankah om yang suka bermain-main dengan nyawa orang? Nggak pernah suka melihat orang bahagia? Saya masih hidup, saya akan membalas semua yang terjadi pada saya, Keysha, dan Mama."
"Kayla? Tidak, nggak mungkin kamu. Keysha jangan bermain-main dengan saya. Kamu memanfaatkan suara kamu yang mirip dengan Kayla untuk mengancam saya? Ternyata Papa kamu sudah cerita ya masalah kecelakaan itu? Jangan harap kamu bisa menjatuhkan saya, karen kamu nggak punya cukup bukti." Terdengar suara tawa dari seberang sana.
Keysha mengepalkan tangannya kuat. Matanya mulai memerah dan is melampiaskan kemarahannya pada meja. Keysha memukul meja dengan sangat kuat.
"Om nggak akan pernah berhasil dalam rencana yang om buat. Saya akan pastikan om akan membusuk di penjara di hari besar dalam hidup saya!" ucap Keysha penuh penekanan.
Keysha mematikan telepon sepihak. Ia mencoba mengatur deru napasnya yang memburu.
Hai, aku update lagi. Gimana kabar kalian? Aku usahain Keynand tamat sebelum bulan 1 ya.
Makasih ya udah baca cerita Keynand. Jangan lupa mampir di cerita terbaru aku.
See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Keynand [END]
Teen FictionKisah seorang gadis yang berjuang mengobati luka yang berasal dari masa lalu. Bayangan masa lalu kerap menghampirinya sehingga ia berubah menjadi sosok yang berbeda. Orang lain akan menganggap dialah orang yang paling bahagia. Namun, itu hanya keboh...