Ruangan yang terbilang lebar ini begitu sesak dipenuhi oleh segelintir orang yang khawatir pada gadis yang terbaring di ranjang. Gadis itu belum sadarkan diri sejak semalam.
sebagai seorang ayah, tentunya Alex sangat khawatir akan kondisi putrinya. Kejadian tadi membuatnya sangat takut. Sejak tadi ia tak melepaskan genggaman tangannya pada tangan Keysha. Tidak bisa dipungkiri Alex saat ini sangat takut. Bahkan, tadi ia sempat meneteskan air mata melihat kondisi putrinya. Cukup ia kehilangan satu putri, tidak lagi. Keysha alasannya hidup. Memori saat Keysha berada di atas ranjang dengan bergantung pada alat-alat rumah sakit membuatnya semakin takut.
"Papa yang sabar ya," ucap Maura. Ia memberikan senyumannya ke Alex.
"Iya sayang," lirih Alex.
Axel yang sejak tadi memilih duduk di sofa dengan memijit pelipis berkali-kali sembari menghela napas. Ponselnya bergetar. Ia melihat siapa yang menelpon, ternyata putranya Aqsa yang menelpon.
"Iya ada apa, Aqsa?" tanya Axel.
Semua orang yang ada di ruangan langsung menoleh ke arah axel.
"Gimana keadaan Keysha pa? Kenapa nggak ada yang cerita sama Aqsa."
"Keysha baik-baik aja, kamu nggak perlu cemas," kata Axel.
Axel terus berbicara dengan anaknya. Mendengarkan omelan dan keluhan yang keluar dari mulut Aqsa.
Sementara Alex terus memegang tangan putrinya. Berharap ia akan sadar dan kembali tersenyum seperti sedia kala. Yang benar saja, jari-jari Keysha bergerak menandakan sang pemilik tubuh mulai sadar. Alex langsung berteriak memanggil dokter. Semua yang ada di ruangan rawat Keysha langsung mendekat dan sedikit memberikan ruang untuk doker lewat.
"Gimana keadannya, dok?" tanya Alex.
"Syukurlah dia baik-baik saja, saya saranin jangan terlalu membebankan Keysha dengan sesuatu yang membuatnya setres, takutnya kondisinya menurun lagi." Setelah permisi dokter pergi.
Keysha yang baru sadar merasa asing dengan lingkungannya dan risih diliatin oleh banyak orang. Ia mencoba mengingat kenapa ia sampai di sini, hingga ingatannya kembali ke kejadian itu. Dadanya terasa sesak mengingat itu.
"Di mana Bang Fariz?" tanya Keysha.
Semua orang hanya diam tidak menjawab pertanyaan Keysha. Reynand tampak tidak suka dengan pertanyaan Keysha yang lebih cenderung mengkhawatirkan Fariz dibandingkan dirinya sendiri. Entah apa yang Reynand rasakan, apakah ia cemburu?
Keysha kembali bertanya dengan suara meninggi. Lagi dan lagi tidak ada yang menjawab.
"Gue di sini." Fariz datang dengan lengan kanannya di perban. Semua orang langsung menoleh ke sumber suara. Mereka memandang Fariz.
Keysha tersenyum tipis. "Makasih," kata Keysha.
Fariz sedikit terkekeh. Ia mendekat dan mengabaikan tatapan tajam Reynand. Fariz hanya melempar senyum ke Reynand.
"Lo nggak perlu terima kasih, apa yang gue lakuin nggak seberapa dengan apa yang hilang dari diri Lo. Gue seharusnya minta maaf."
"Gue berterimakasih karena udah berusaha ngelindungin gue tapi jujur untuk melupakan atas apa yang terjadi, maaf gue nggak bisa," lirih Keysha.
"Lo pantas bersikap seperti itu, sekarang gue udah merasa tenang. Gue harap Lo ingat janji Lo ke gue. Gue janji habis ini gue akan menjauh dari kehidupan lo, karena dengan adanya gue di hidup lo hanya mengundang duka."
Keysha tersenyum getir. Ia tidak paham apa yang dirasakannya. Terlepas dari apa yang dilakukannya, Keysha tidak bisa sepenuhnya membenci dia. Fariz adalah perantara dari Tuhan untuk dirinya menjadi lebih percaya diri dan bisa menjadi seperti sekarang dan dia juga yang menghancurkan kepercayaan diri Keysha kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keynand [END]
Teen FictionKisah seorang gadis yang berjuang mengobati luka yang berasal dari masa lalu. Bayangan masa lalu kerap menghampirinya sehingga ia berubah menjadi sosok yang berbeda. Orang lain akan menganggap dialah orang yang paling bahagia. Namun, itu hanya keboh...