Reynand POV
Seusai berada di ruangan maut, kakiku berjalan menuju ruang kepala sekolah. Seperti biasa, wajah aku memandang sekitar dengan tatapan dingin. Bukannya terlalu percaya diri atau apalah itu, aku merasa cewek-cewek di sini sedang membicarakanku. Sejujurnya risih, siapa sih yang mau di ceritakan? Ya, walaupun mereka sedang memujiku. Bagiku yang patut di puji adalah Allah. Aku hanya seorang manusia biasa, tidak pantas untuk dipuji.
Aku menghentikan langkah dan menatap sebuah pintu coklat. Tanganku mengetuk pintu itu pelan, agar tidak menganggu.
"Masuk!" titah Pak Axel.
Sesuai perintah, aku masuk, dan mengucapkan salam. Pak Axel membalas salamku. Kini aku berdiri tepat di hadapan Pak Axel yang tengah menatapku.
"Duduk saja." Sepertinya pak Axel tahu kenapa aku masih berdiri. Tidak sopan jika duduk sebelum disuruh.
"Maaf, bapak mau bicarakan apa ya, pak?" aku lebih suka to the point daripada basa-basi lagi.
"Tidak perlu seformal itu, saya cuma menanyakan perihal Keysha, apa kamu sudah mengawasinya beberapa hari ini? Saya takut dia masuk kembali kedalam hidup keponakan saya. Mau bagaimanapun dia adalah seseorang yang berharga bagi Keysha, sehingga dia menggunakan kepercayaan Keysha untuk menghancurkan keluarga saya," ucap Pak Axel. Kata demi kata yang terlontar dari mulut pria yang duduk di hadapanku ini, aku cerna dengan baik. Rasa sayang yang coba Pak Axel tunjukkan pada Keysha dapat aku pahami dengan baik. Mengingat apa yang gadis itu alami.
"Bapak tenang saja, saya sudah mengawasi Keysha selama beberapa hari ini. Saya mengerti keadaan bapak. Bapak tidak perlu khawatir."
"Saya percayakan semuanya pada kamu," tutur Pak Axel berterima kasih.
"Maaf pak, saya ingin bertanya. Apakah tidak seharusnya kasus ini di laporkan ke pihak polisi?" Seharusnya kasus ini dilaporkan ke pihak polisi, jika dibiarkan lama-lama, sang pelaku akan semakin gencar menngacau hidup Keysha.
"Saya juga berpikir seperti itu, tapi itu tidak mungkin. Kita tidak memiliki bukti dan ditambah lagi dia adalah orang terpandang. Tidak akan mudah melaporkannya." Apa yang dikatakan pak Axel ada benarnya juga.
"Jadi kita harus mencari bukti, bukan?"
"Iya kamu benar, Rey. Kita harus mencari bukti, saya merasa ada yang tidak beres tentang kecelakaan itu dan ada seseorang yang ikut andil dalam menghancurkan keluarga saya."
Ha? Tidak beres? Maksudnya apa? Aku merasa dalam kasus ini ada yang pak Axel sembunyiin.
"Tidak beres?"
"Kamu akan tahu sendiri nanti."
"Iya, pak. Saya izin ke kelas, pak." Sampai di sini saja perbincangan kami. Sekarang tujuan aku ada dua, melindungi Keysha dan mencari bukti.
"Iya, saya berharap kamu melindungi Keysha saat di sekolah." Itu pasti, aku akan melindungi dia.
"Iya, itu pasti. Saya permisi." Setelah menyalim pak Axel, aku beranjak pergi dari ruangan Pak Axel.
Sepanjang jalan, aku berpikir keras perihal pembahasan tadi. Entah bagaimana caranya aku mendapatkan bukti agar Pak Axel tidak perlu khawatir lagi. Sesampainya di kelas, aku sangat terkejut. Keadaan kelas sangat sepi. Bahkan tidak ada orang satu pun. Ke mana mereka?
Aku keluar mencari keberadaan mereka. Dari jarak 100 M dari kelas, aku melihat pak Ucok berjalan menuju kelas. Pak Ucok sudah datang, lantas ke mana mereka semua? Bisa marah besar Pak Ucok jika tahu kelas kosong tak berpenghuni.
"Reynand," panggil Pak Ucok.
"Iya, pak?"
"Kau sebagai ketua kelas harus bertanggung jawab. Nggak bisa kau atur anggota-anggota kau itu, mereka tidak menghargai aku sebagai guru."

KAMU SEDANG MEMBACA
Keynand [END]
Fiksi RemajaKisah seorang gadis yang berjuang mengobati luka yang berasal dari masa lalu. Bayangan masa lalu kerap menghampirinya sehingga ia berubah menjadi sosok yang berbeda. Orang lain akan menganggap dialah orang yang paling bahagia. Namun, itu hanya keboh...