Alex terus meminta pada Aidan agar pintu kamarnya di buka dengan bantuan Sarla juga pastinya. Alex panik mendengar tangisan putrinya.
"Aidan, tolong bukakan pintunya!" pinta Alex.
Aidan tampak bimbang. Pemuda itu melirik ke ruang tamu sekejab. Ia masih mendengar perdebatan di sana. Sementara dia di sini bingung harus berbuat apa. Namun, melihat kondisi Keysha yang sepertinya membutuhkan papanya, Aidan membuka pintu tersebut.
Alex langsung keluar kamar tanpa basa-basi. Ia memegang pundak Aidan. "Di mana Keysha?" tanyanya.
Aidan menunjuk ke arah tangga. "Di kamarnya sama Rey," jawab Aidah.
Alex jalan tergesa-gesa menuju kamar Keysha diikuti oleh Sarla yang ikut panik. Sesaat sebelum kakinya menaiki anak tangga, Alex mendengar sesuatu. Langkahnya langsung berbalik. Kini Alex berjalan menuju ruang tamu.
Di sana ia melihat Ratna, Axel, dan Reina. Mereka bertiga sedang beradu mulut. Namun, bukan itu yang menjadi perhatian Alex, melainkan sebuah ponsel yang dipegang Reina. Ponsel itu mengeluarkan sebuah suara yang mampu membuat keadaan hati Alex menjadi berantakan. Jantungnya berdebar kencang.
"Rei, gue egois, ya? Gue berusaha sekuat tenaga mempertahankan Mas Alex dengan membiarkan Mas Alex dihina oleh mama. Jujur gue nggak bisa marah sama Mama, gue tahu mama mau yang terbaik untuk gue. Tapi caranya buat gue frustrasi. Mama terus nyuruh gue menceraikan mas Alex dan menikah Mas Bram. Semenjak Keysha dan Kayla lahir mama semakin menekan gue. Apa gue berhenti aja mempertahankan hubungan ini?"
Tubuh Alex menegang. Tenggorokannya tercekat dan matanya mulai berair. Suara almarhumah istrinya terdengar jelas di telinganya. Mengingat perjuangan mereka dulu dalam mempertahankan rumah tangga membuat dadanya ngilu.
"Kalau gue bisa milih, gue mau mas Alex bertemu dengan seorang wanita yang bisa mencintainya tanpa harus membuatnya sakit terlebih dahulu. Gue mau saat gue mati nanti, Mas Alex menikah dengan wanita yang jauh lebih baik dibanding gue."
Pertahanan Alex hancur. Selama ini ia begitu merindukan istrinya. Tanpa terlewat sehari pun. Alex melirik ke sebelahnya sekilas, terdapat Sarla dengan kepala tertunduk berdiri di sebelahnya. Ya, Alex sudah menikah lagi. Menjadi kewajibannya membahagiakan Sarla begitu juga anak-anaknya. Apakah Alex mampu?
Reina mematikan ponselnya. Matanya menatap Ratna nanar. Sesaat Ratna menarik napas panjang.
"Tante sayang sama Riska?" tanya Reina lembut.
Ratna dengan kepala tertunduk mengangguk. "Ibu mana yang nggak sayang anaknya," lirih Ratna.
Reina tersenyum tipis. Ratna sangat menyayangi anaknya.
"Riska juga sayang sama Tante. Coba sekali aja posisikan diri Tante menjadi Riska. Terus menerus dipaksa menikahi laki-laki pilihan ibunya tapi dia tidak mencintai laki-laki itu. Kalau pun Riska menikahi laki-laki itu, apa Tante bisa menjamin dia akan bahagia?" tanya Reina.
Ratna diam. Ia tidak bisa menjawab. Selama ini yang ada dipikirannya adalah Riska akan bahagia sama laki-laki yang memahami budaya dengan baik, mempunyai pekerjaan yang layak. Namun, sekarang bila dipikir-pikir apa yang dikatakan Reina benar.
"Nenek nggak capek?" Secara tiba-tiba sebuah suara muncul membuat orang yang ada di ruang tamu menatap ke pintu.
Seorang gadis dengan rambut si kuncir kuda. Memakai kaos hitam longgar dan celana dengan bahan linen berdiri di hadapan mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.
Aqsa yang berdiri tidak jauh dari ruang tamu bergumam, "Kak Gea."
Maura yang kebetulan berdiri di sebelah Aqsa mengerutkan kening. Siapa Gea?
KAMU SEDANG MEMBACA
Keynand [END]
Roman pour AdolescentsKisah seorang gadis yang berjuang mengobati luka yang berasal dari masa lalu. Bayangan masa lalu kerap menghampirinya sehingga ia berubah menjadi sosok yang berbeda. Orang lain akan menganggap dialah orang yang paling bahagia. Namun, itu hanya keboh...