(4). Mimpi dan Cita

1.3K 190 159
                                    

"Ini terakhir kalinya ibu liat kamu gambar!!"

"Kalo ibu liat lagi, ibu gak akan segan-segan untuk patahin tangan kamu!"

*

Bab 4

Mimpi dan Cita

*

Salman meringis pelan, lengan kanannya yang bebas dari hantaman Shafiyah terulur mendekap lengan kirinya.

Gigi geliginya tanpa sadar menggigit bibir bawahnya semakin kencang, hingga bibir merah alaminya entah sejak kapan ikut mengeluarkan darah segar. Bersaing dengan lengan kirinya.

Nyeri.

Perih.

Sakit.

Semua rasa itu bertumpu di lengan kiri -Ah, tidak. Bukan hanya di lengan kiri. Ia bahkan merasakan sakit di dalam dadanya, di sudut hatinya yang terdalam.

Ketika lagi-lagi ia kembali mengecewakan sang ibu, membuat Shafiyah marah di saat dirinya sudah tahu bahwa ibunya paling tidak suka melihatnya menggambar.

Ini salahnya.

"Sshhh..." Salman meringis menahan sakit di lengannya. Kepalanya mendongak, mendapati sebuah bola kertas yang merupakan remasan sketsa dari sang Ibu.

Pria itu merangkak untuk meraih skesta miliknya yang tadi dibuang oleh sang Ibu. Ia membuka remasan yang sudah berbentuk bola itu.

Sketsa wajah Aysha yang tengah tersenyum manis seakan-akan tengah memandang pria itu dalam.

"Untung cuma lecek," Salman tersenyum kecil.

Di saat seperti ini masih ada hal yang patut ia syukuri. Karena jika sudah begini, biasanya sang Ibu akan langsung merobek bahkan membakar hasil skesta atau gambar miliknya.

"Syukurlah."

Salman Alaska. 

Pria manis dengan sejuta penggemar yang selalu menebar senyuman hangat di sekolah. Siapa sangka bahwa di rumah, ia kerap kali menerima semua perlakuan kasar dari sang Ibu.

Shafiyah Alatta. Wanita berusia 32 tahun yang sudah memiliki seorang putra remaja berusia 16 tahun. Kalian bisa tebak sendiri usia berapa Shafiyah mengandung Salman.

Dulu Shafiyah merupakan gadis yang sangat cerdas. Seorang gadis cantik yang mempunyai cita-cita untuk sekolah tinggi –bahkan, jika perlu kuliah di luar negri.

Namun sayangnya, itu tidak pernah tercapai.

Shafiyah yang saat itu berusia 15 tahun dan baru saja lulus sekolah menengah pertama dijodohkan dengan sang Ayah.

Ayah merupakan pengusaha muda yang mengiming-imingkan kekayaan pada keluarga ibu. Karena nenek tidak sanggup membiayai sekolah ibu. Maka ibu dijodohkan dengan ayah yang saat itu berusia 30 tahun.

Ibu dijadikan istri kedua oleh Ayah yang saat itu sudah memiliki keluarga. Ia di berikan sebuah rumah mewah untuk tempat tinggalnya -meskipun tidak semewah rumah utama.

Inilah alasan mengapa Salman dan ibunya bisa tinggal di rumah mewah nan megah ini.

Awalnya ibu hanya dijadikan pemuas nafsu birahi ayah.

Hingga akhirnya, Salman muncul di tengah-tengah mereka.

Sejak saat itu ayah berubah. Ayah menjadi laki-laki yang sangat baik dan bertanggungjawab.

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang