(11). Pengawal Sang Ratu

1.2K 163 21
                                    

"Heh! Dasar pencuri!"

"Mau jadi apa kamu kalo masih kecil udah nyuri!"

Bug! Bug! Bug!

Tendangan bertubi-tubi diterima oleh gadis kecil itu. Ia tak bisa melawan. Tubuhnya terlalu lemah. Ia bahkan belum makan selama dua hari penuh, perutnya sangat perih sampai-sampai terpaksa harus mencuri roti di salah satu toko di pasar.

Namun apa daya, ia bahkan tidak mendapat satu gigitan pun dan malah menerima tendangan menyakitkan ini.

Ia ingin mati saja.

*

Bab 11

Pengawal Sang Ratu

*

PLAK!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PLAK!

BRUK

Tamparan keras diikuti suara dentuman tubuh yang terhempas seketika menggema di ruang tamu salah satu rumah mewah di kawasan elit.

Seorang laki-laki yang jatuh terduduk itu refleks menyeka ujung bibirnya yang sebelumnya sudah terluka bahkan sebelum kembali menyentuh bogem mentah dari sang Ayah. Luka robek di sudut bibirnya yang belum kering kembali terbuka dan mengeluarkan darah segar.

"Anak gak becus! Gimana caranya kamu bisa jadi laki-laki yang bertanggungjawab kalo jaga adik kamu sendiri aja gak bisa!" Suara dingin nan menusuk itu merupakan hal kedua yang menyambut Muh setelah bogem mentah di wajahnya.

Jangankan menghindar, laki-laki yang baru satu langkah memasuki rumahnya itu bahkan tidak tahu jika ayahnya ada di rumah, apalagi memprediksi akan terjadi kejadian seperti ini lagi. Ia bahkan tidak tahu apa lagi salahnya kali ini.

"Marwa gak ada di kamar! Dia pasti kabur lagi!" Amr membuang napasnya kasar.

Sudah diduga.

Topik itu bukan hal yang tabu lagi di rumah ini. Bukan sekali dua kali Marwa melarikan diri demi kesenangannya sendiri tanpa menghiraukan apa yang akan diterima oleh kembarannya sendiri.

Muh bangkit berdiri, menundukkan kepalanya. Dadanya naik turun dengan napas memburu seolah menahan segala gejolak di hatinya.

Lantas apa salahnya?

"Sudah saya katakan berkali-kali jaga adikmu! Dia itu rentan!" Wajah Amr sudah merah padam menahan emosi, mata legamnya menatap putra sulungnya dalam-dalam. Menyisir keadaan putra sulungnya yang masih terus menunduk.

"Tunggu apa lagi?!" Amr menatap nyalang sang putra. "CARI DIA!"

Muh menghela napas sejenak sebelum akhirnya mengangguk, kemudian membalikkan badannya, melangkah lunglai meninggalkan rumahnya yang bahkan baru ia masuki dua langkah. Tangannya mengepal menahan emosi.

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang