"Mas..." Isakan tangis terdengar bersamaan dengan derap langah berlarian dari seorang gadis kecil berponi. Gadis kecil itu berlinang air mata, berlari menghampiri anak laki-laki seusianya. Dengan tangan terbuka, bocah laki-laki itu menyambut gadis kecil, kemudian mendekapnya erat.
"Kenapa? Husein nakal lagi, ya?"
Gadis kecil itu mengangguk berkali-kali di dalam dekapan si kakak kembar. Istana pasirnya baru saja dihancurkan oleh bocah jail sepupu laki-lakinya, dan ia baru saja ditakut-takuti oleh bocah jail itu. Sedangkan si pelaku, dalang dari semua ini baru saja tiba dengan wajah tanpa berdosa, memamerkan senyum lebar dan barisan gigi rapihnya seraya mengaruk tengkuknya.
"Minta maaf," seru si kakak kembar kepada sang sepupu.
"Iya-iya, tadi aku cuma bercanda. Maaf ya, Marwa." Si bocah jail itu mengulurkan sebelah tangannya.
"Yuk, baikan," bisik si kakak kembar membujuk gadis kecil di dekapannya.
Gadis itu terdiam, perlahan melepaskan dekapan kakak kembarnya, lantas menyambut uluran tangan dari si bocah jail.
Pertengkaran seperti ini sudah biasa di antara tiga saudara ini, mereka sesekali memang bertengkar namun beberapa menit kemudian akan kembali akur dan bermain bersama, tertawa bersama, menghabiskan waktu dari pagi hingga sore.
Bermain, bersenda-gurau, bertengkar, kemudian bermain lagi.
Terkadang mereka bermain istana pasir di halaman rumah, terkadang mereka membuat lego di teras rumah, atau sekedar bermain petak umpet dan kejar-kejaran, terkadang mereka bermain teka-teki, menonton film bersama, atau mengacaukan dapur dengan dalih memasak.
Meskipun begitu, tetap ada saja ulah bocah jail yang suka sekali menjahili gadis kecil yang cengeng, gadis kecil itu pasti akan selalu berlari menghampiri kakaknya, menangis di dekapannya, dan sang kakak yang akan selalu sabar menenangkan gadis kecil seraya memarahi bocah jail.
Namun, itu hanya sesekali. Lihatlah mereka sekarang sedang asik bermain monopoli, mengocok dadu dan berseru senang ketika mendapat kolom kesempatan atau bahkan ada yang mampir di rumah mereka. Sebaliknya, mereka akan berseru sebal ketika masuk rumah lawan atau bahkan masuk penjara. Mereka bertiga asik bermain dan melupakan pertengkaran sebelumnya.
Gadis kecil polos, sang kakak penyabar, dan si bocah jail. Tiga saudara yang saling menyayangi dan saling menjaga. Hingga waktu membawa mereka pada sebuah ketidak-adilan semesta.
*
Bab 28
"Burung Gagak"
*
"Balik lagi sama gue, Miss Akasari di radio FM 07. Oke, hari ini kita sedikit santai nih, karena kita mau bacain cerita yang dikirim sama salah satu penggemar FM 07, inisialnya HA." Ruang penyiaran itu lenggang sejenak, menunggu kembali suara Aysha mengisi.
"HA bilang, katanya ada satu cerita yang dia baca di salah satu buku dogeng miliknya pas SD, dan cerita itu sampai sekarang selalu dia inget. Cerita nya berjudul 'Burung-burung dan Kue Kismis'.
"Alkisah, Ada seorang anak laki-laki dengan sekeranjang kue kismis melintas di jalan yang rindang. Anak laki-laki itu berjalan sambil bernyanyi dan mengayun-ayunkan keranjangnya, sampai ia tidak sadar telah mejatuhkan satu bungkus kue kismisnya.
"Dari kejauhan burung anis melihatnya, 'bungkusan kertas,' serunya. Tiba-tiba seekor burung pipit hinggap di bungkus kue tersebut, kemudian dia mematuk bungkusnya, 'ada sesuatu di dalamnya!' seru sang burung pipit. Lalu datanglah burung lain—burung branjangan. Dibukanya bungkusan itu dengan paruhnya. 'Kulubangi dengan paruhku! Kulubangi dengan paruhku!' kicau burung branjangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANTAKA
Ficção AdolescenteKantaka ; Bahasa Sansekerta : Sedih, Susah. . Aysha pikir olimpiade adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan hidupnya. Membawa pulang medali emas dan mendapat privilege beasiswa ke luar negeri. Chemistry Sciences - Seoul National University. N...