⚠️Warning ⚠️
Bab ini mengandung adegan 17+ : selfharm, suicide, trigger mental illness.
So, hati-hati dalam membacaEnjoy reading!
*
"AAKHH..!!" Teriakan nyaring terdengar menggelegar dari dalam ruang IGD yang senyap.
Muh, Salman, dan Zubair saling pandang. Mereka jelas mengenali pemilik suara teriakan itu. Serentak mereka berdiri dan memasuki ruang IGD.
Ada 3 dari 8 bilik IGD yang terisi oleh pasien. Salah satunya bilik Aysha. Tempat sang gadis tadi berteriak dan menjatuhkan peralatan medis di atas nakas. Infus ditangannya bahkan sudah ia cabut sejak terbangun. Terlihat darah segar mengalir dari bekas tancapan jarum infus.
"Turunin pisaunya, Ay..." Muh berkata hati-hati ketika netra legamnya menangkap pisau yang digenggam Aysha.
Pisau itu teracung.
Entah kenapa di antara kotak peralatan medis yang tersedia, pisau bedah kecil itu harus menjadi bagian dari protokol yang merugikan keadaan.
Isak tangis seketika keluar dari bibir mungil Aysha. "Gue mau mati aja..."
"Enggak, Ay." Muh menggeleng. Wajahnya sudah pias menatap pisau tersebut.
Kilatan pisau dari pantulan cahaya lampu di atasnya seakan sengaja menakuti manusia di sana.
Zubair sudah cekatan meminta satpam untuk bersiap dengan segala kemungkinan, meminta perawat menyiapkan suntikan penenang.
"Ay.. gue mohon jangan." Kali ini Salman yang berucap parau. Matanya berkaca-kaca dengan tangan gemetar berusaha menggapai Aysha dengan hati-hati.
"Sakit banget.. Gue capek sama semuanya," lirih Aysha di tengah bulir air mata yang terus menetes.
Terlambat lagi.
Dalam waktu sepersekian detik, tangan Aysha sudah teracung, pisau itu menggores pergelangan tangan sang gadis.
Kali ini bukan silet pipih yang mengukir indah lengan kirinya.
Kali ini pisau bedah yang membelah daging di pergelangan tangannya. Membelah pembuluh darah nadi yang seketika pecah.
Teriakan serentak dari seluruh pasang mata yang memandang memenuhi ruang IGD, bersamaan dengan darah yang mengucur deras dari pergelangan tangan.
Salman membekap mulutnya. Muh memejamkan mata erat seraya menangkup wajahnya, menyesal.
Zubair menaikkan dagu untuk memberi isyarat. Kemudian dalam hitungan detik para perawat laki-laki menghampiri Aysha, membuang pisau di tangan Aysha dan menyuntikkan sesuatu di lengannya.
"ENGGAKKK..!! BIARIN GUE MATI..!!" Aysha berteriak marah hendak menyambar kembali jarum suntik dan menancapkannya di bagian tubuh lain, sebelum akhirnya tubuhnya tumbang dan kalah dengan obat penenang yang disuntikkan.
"Siapkan ruang operasi. Panggil Dokter Anestesi yang berjaga dan dokter saraf. Kita lakukan operasi gabungan. Ada kemungkinan pembuluh besarnya pecah, melihat pendarahan yang hebat." Zubair memberi perintah yang segera diangguki oleh para perawat.
Bersamaan dengan itu, Zubair menyambar pergelangan tangan kiri Aysha yang masih mengucur deras darah yang mengalir. Mengambil segumpal kain kasa untuk menyumbat pendarahan.
Muh dan Salman menatap nanar Aysha.
Lutut mereka lemas, tubuh mereka kaku, dunia seakan berhenti. Muh sudah tidak sanggup melihat raut wajah menyakitkan dari Aysha.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANTAKA
Teen FictionKantaka ; Bahasa Sansekerta : Sedih, Susah. . Aysha pikir olimpiade adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan hidupnya. Membawa pulang medali emas dan mendapat privilege beasiswa ke luar negeri. Chemistry Sciences - Seoul National University. N...