(7). Civil War

1.4K 179 74
                                    

"Interupsi!"

Seorang pria berjas yang berdiri di tengah ruangan mengangkat tangannya tatkala mendengar suara lantang dari tim oposisi. "Mohon maaf sebelumnya, pembicara 1 dari tim pemerintah tidak dapat di interupsi."

Terlihat semburat merah di pipi gadis yang bersuara tadi, pertanda menahan malu.

Aysha yang tengah duduk tepat di samping umar menyunggingkan sudut bibirnya, memandang remeh lawan debatnya itu.

"Peraturan dasar aja gak tau! Gampang ini mah dibantai."

"Baik, saya lanjutkan." Umar si pembicara pertama yang sempat diinterupsi kembali membuka suaranya. Si Kacamata itu memandang datar tim oposisi dengan postur tubuhnya yang tengah berdiri tegak. Tampak berwibawa tanpa banyak kata.

"Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan serius yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan status sosial serta dalam praktiknya erat dilakukan secara terorganisir. Kebijakan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi telah diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Maka dengan ini, pandangan tim pemerintah tentang kebijakan hukum mati adalah setuju dan sudah sepatutnya diterapkan, mengingat tindak korupsi merupakan sebuah tindakan yang mendorong kemiskinan rakyat dan memiliki dampak yang sangat besar terhadap kemajuan negara. Cukup."

Good.

Umar sudah memberikan kode penting dalam pidatonya.

Pasal 2 Ayat (2) akan menjadi kunci dalam arah topik ini. Tim oposisi tidak akan bisa keluar dari pasal ini. Titik acuan yang sangat akurat.

Tiba giliran Aysha, setelah pembicara tim oposisi melakukan pidato –yang cukup berbata-bata menurut Aysha.

"Baik, terima kasih atas kesempatannya, tadi saudara kita dari tim oposisi berbicara bahwa hukum mati tidak perlu dilakukan karena tidak akan menimbulkan efek jera, benar begitu?"

Aysha memandang si pembicara pertama tim oposisi dengan tatapan menghunus.

Si pembicara pertama tim oposisi mengangguk."Baik, sebelum masuk ke argumen, saya akan jabarkan data laporan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tentang hukuman bagi koruptor dalam kurun waktu tiga tahun terakhir

"Mahkamah Agung menyebutkan sebanyak 442 perkara korupsi telah diputus. Diantarnya sebanyak 400 perkara atau 90,27 persen terdakwa yang di hukum bersalah dengan perincian, sebanyak 269 perkara atau 60,68 persen terdakwa di hukum antara 1 hingga 2 tahun. Kemudian sebanyak 28 perkara atau 6,33 persen terdakwa di hukum kurang dari 1 tahun dan sebanyak 42 perkara atau 9,73 persen terdakwa dibebaskan."

Telak.

Gadis ini memberikan argumen dengan data spesifik. Seluruh pasang mata menatap gadis ini terpukau. Bagaimana bisa gadis 15 tahun menghapal semua angka-angka itu? benar-benar kemampuan yang luar biasa.

"Tadi saudara kita dari tim oposisi menjelaskan hukum mati tidak diperlukan karena tidak menimbulkan efek jera. Lantas, apakah saat ini hukum di Indonesia sudah cukup membuat si pelaku jera?"

Retoris.

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Aysha menggema di penjuru ruangan. Tidak ada satupun kepala yang berniat untuk menjawab. Karena semua manusia yang duduk di sana sudah tau jelas apa jawabannya.

"Jawabannya, jelas tidak," ucap Aysha tegas. "Berdasarkan data yang saya sebutkan tadi, hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana korupsi cukuplah ringan. Dampaknya atas hukuman tersebut tidak memberikan rasa takut kepada masyarakat serta efek jera terhadap pelaku korupsi.

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang