"Kamu mau roti?"
Gadis kecil yang tengah berjongkok seraya mendekap perutnya di pinggir kota mendongak tatkala melihat roti berisi coklat terulur dari tangan seseorang laki-laki.
Sosok anak laki-laki yang usianya tak jauh berbeda berdiri hadapannya, dengan setelan tuksedo mewah melekat pada badan mungil si anak laki-laki. Mata legam dan kulit yang mulus menjadikan gadis kecil itu semakin yakin bahwa sosok itu bukan dari kalangan rendah sepertinya.
'Wah...bangus banget bajunya... Dia pasti orang kaya, beruntung ya,' batin sang gadis kecil yang masih terperangah menatap sang anak laki-laki.
"Hey... kenapa malah ngeliatin?" Laki-laki itu melambaikan tangannya. "Nih, mau gak? Kamu kayaknya keliatan lapar." Tangannya kembali terjulur menawarkan roti.
Mata gadis itu berbinar, tangannya yang penuh lebam itu terulur merebut roti di tangan sang anak lelaki. Kemudian memakannya dengan sedikit kasar. Sungguh, perutnya sudah perih karena menahan lapar.
"Pelan-pelan aja, gak bakal aku rebut lagi, kok," ujar pria yang Aysha yakini lebih tua sedikit darinya melihat dari postur badannya yang tinggi.
"Ma-kasih."
*
Bab 13
"Trigger"
*
"Mbok ya le' pake seragammu yang bener! Apa susahnya masukin ke celana yang rapih! Jangan kayak anak berandalan, ayahmu itu loh gubernur terhormat, kamu peringkat satu paralel kasih contoh yang baik untuk adik-adik kelasmu." Suara menggelar Bu Gendis yang bisa terdengar sepanjang koridor menjadi pelengkap kesialan Aysha hari ini.
Setelah kepergok oleh Pak Harits, ia dan kakak kelasnya —Muh digiring ke ruang BK, kembali berhadapan dengan Bu Gendis selaku guru BK yang bertugas mengekskusi para siswa yang nakal. Sedangkan Pak Harits sudah pergi karena harus masuk ke kelas untuk mengajar.
"Ini lagi satu." Bu Gendis mengalihkan pandangannya menatap Aysha. "Kamu jangan ikut-ikutan kakak kelasmu ini," lanjutnya seraya menunjuk Muh.
"Rambut itu jangan dicat-cet ndak jelas! Terus di sekolah jangan pake jaket!"
"Namanya Hoodie, bu," timpal Aysha
"Iya apalah itu sebutan anak muda zaman sekarang." Bu Gendis mengibaskan tangannya tak peduli "Udah dikasih seragam yang bagus kok malah ditutup-tutup pake jaket."
"Hood-
"Diam kamu Aysha!" teriak Bu Gendis membungkam mulut Aysha yang hendak menginterupsi kembali
"Kalian ini loh sama-sama peserta olimpiade kimia tapi kok tampilannya kayak preman pasar! Ada apa dengan kelas kimia? Kenapa yang lolos dua-duanya begini semua? Pusing saya."
"Mabok sama rumus kimia, bu," celetuk Muh asal.
Bu Gendis melotot, alisnya menukik tajam menatap Muh "Muh, kamu itu tau kan peraturan sekolah yang gak mengizinkan siswanya ngerokok?"
"Tau, buuu.." balas Muh mengangguk malas.
"Nah, terus kenapa masih maksa ngerokok di sekolah, toh?" balas Bu Gendis geram. "Apa perlu saya ngirim surat peringatan ke rumah bapak gubernur terhormat?"
"Kirim aja bu, paling juga gak dibaca. Ketumpuk sama berkas-berkas projek kota."
"Diam kamu! Jangan jawab terus!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KANTAKA
Teen FictionKantaka ; Bahasa Sansekerta : Sedih, Susah. . Aysha pikir olimpiade adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan hidupnya. Membawa pulang medali emas dan mendapat privilege beasiswa ke luar negeri. Chemistry Sciences - Seoul National University. N...