(39). Salah Gue

460 56 16
                                    

"Tulang rusuknya retak, tapi untungnya tidak sampai melukai jantung. Sedikit saja terkena benturan, dia bisa mengalami kondisi yang lebih serius dari ini."

Aysha mengembuskan napasnya dalam-dalam. Menumpu berat badannya pada kedua lututnya, sebelah tangannya mengacak rambutnya frustasi, sebelah lagi memukul-mukul dadanya kencang.

Muh menepuk-nepuk pelan punggung Aysha untuk memberikan dukungan non-verbal.

"Ada cedera lain di beberapa bagian seperti lebam dan luka robek, tapi gak ada yang perlu dijahit. Jadi untuk penanganan sementara ini obat pereda nyeri dan antibiotik. Untuk luka luar diberikan salep dan NaCl. Bagian lebam harus sering dikompres air hangat untuk meredakan penggumpalan darah."

Muh mengangguk mendengar penjelasan dokter yang ternyata adalah paman Aysha.

Zubair Mahatama.

Begitu yang Muh baca dari nametage jas dokter.

Paman Zubair rupanya dokter bedah umum sekaligus direktur utama Rumah Sakit Medical Mahatama. Ketika mendapati Salman masuk UGD, Paman Zubair langsung mengambil alih pasien dan melakukan tindakan.

"Dia dikeroyok siapa?"

Kali ini Paman Zubair bicara sebagai seorang Paman, bukan seorang Dokter.

Aysha hanya menggeleng-geleng kencang, enggan menjawab. Matanya menatap tajam pintu IGD sebelum tangannya mendorong kasar pintu IGD dan memasuki ruangan itu untuk menghampiri si pemuda sok kuat yang menjadi korban kekerasan.

Muh menatap tubuh Aysha yang menghilang dibalik pintu IGD yang otomatis tertutup.

"Saya minta maaf, Paman. Ini ulah sepupu saya."

Mata Paman Zubair menelisik Muh lebih dalam.

"Kamu anak Amr Arjuna Ash kan? Gubernur Jakarta?"

Muh mengangguk.

"Salman cuma siswa berprestasi yang masuk SMA APRI tanpa koneksi. Jelas dia akan kalah di meja persidangan jika melawan keluargamu."

Muh ingin membalas ucapan Paman Zubair. Mulutnya bahkan sudah setengah terbuka, tetapi kembali ia tutup.

Benar.

"Saya sudah menghubungi Shafiyah—Ibu Salman. Juga sudah menelpon supir saya untuk menjemput Shafiyah. Sementara, biarkan Salman istirahat dulu saja. Dia perlu rawat inap satu sampai dua hari. Lukanya tidak serius, tapi harus tetap minum obat untuk mempercepat penyembuhan."

"Terimakasih Pama—eh, maksudnya dokter." Muh tersenyum kikuk seraya mengangguk.

Paman Zubair menatap dalam Muh, berusaha menyelidik, sebelum akhirnya tersenyum tipis.

"Panggil paman saja."

*

Bab 39

"Salah Gue"

*

Mata Salman menjengit kaget setengah tertutup ketika kepalan tangan melayang di atas kepalanya. Pemuda itu mengembuskan napasnya lega ketika kepalan tangan itu tidak jadi mengenai wajahnya, hanya mengambang di udata

"Lo anggep gue siapa, Sal?!" amuk Aysha marah. "Lo pikir lo superhero? Lo pahlawan? Yang bisa nyelesein masalah lo sendiri?! Lo punya mulut dipake. Ngomong, Sal!"

Bukan Aysha, jika tidak sarkas.

Gadis itu sudah berkacak pinggang di pinggir brankar Salman.

Salman mengembuskan napas berat. Dadanya yang bertelanjang dengan balutan perban elastis naik turun. Seragamnya yang sudah mengenaskan dengan bercak darah dan jejak kaki si Husein bajingan sudah dilepas.

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang