(12). Sempurna Namun Retak

1.1K 153 11
                                    

Apa kalian pernah mendatangi sebuah pameran yang berisi jajaran mahakarya besar?

Apa yang kalian pikirkan ketika kalian melihat sebuah mahakarya besar berupa sebuah guci yang sangat indah?

Sebuah guci dengan pahatan yang sempurna, motif yang unik dan rapih, serta warna yang indah menyegarkan mata. Dipajang di sebuah museum sebagai mahakarya paling sempurna. Semua pasang mata menatap takjub pada guci indah itu.

Sempurna bukan?

Tapi, tanpa kalian sadari, ribuan pasang mata itu tidak pernah tau bahwa ada sebuah keretakan yang terjadi di dalamnya.

*

Bab 12

Sempurna Namun Retak

*

"Assalamu'alaikum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Assalamu'alaikum..." Pria dengan jaket denim hitam yang masih melekat pada dirinya itu melangkahkan kakinya memasuki rumah.

Rumah yang terbilang besar, tidak megah, tidak juga sederhana. Rumah milik sepasang suami istri dengan empat anak di dalamnya.

Menjadi sosok anak pertama dari sepasang suami istri yang sempurna di rumah itu merupakan status Umar saat ini. Memiliki sosok Ayah yang sudah bergelut di dunia hukum selama 25 tahun dan sukses membangun firma hukum terbaik di Indonesia, sedang ibunya adalah seorang bussines woman yang sukses di dunia designernya sekaligus motivator terbaik di kalangan perempuan.

"Wa'alaikumussalam...A' Umar..!!" sambut salah seorang gadis kecil dari dalam kamarnya. Derap kaki mungil yang terdengar berlari kecil itu terdengar seiring sosok mungilnya muncul di hadapan Umar.

"Aa' kok pulangnya malem banget, sih." rengek gadis kecil tersebut seraya memanyunkan bibirnya. Gadis kecil yang baru menginjak 10 tahun itu menatap Umar dengan binar matanya yang memelas.

"Adek kan mau minta ajarin matematika sama Aa'. Ini susah banget daritadi adek ngerjain gak ketemu jawabannya, adek takut besok guru adek marah terus adek dapet nilai jelek. Nanti adek diomelin lagi sama bunda."

Gadis kecil itu bercerocos ria secara menarik tangan besar abangnya, kenudian mendudukannya pada karpet putih yang berada di tengah ruang belajar miliknya.

Umar yang ditarik paksa dan didudukkan oleh adiknya itu hanya tersenyum lembut pada sang adik penuh ketulusan. "Mana yang gak ngerti? Sini Aa' ajarin."

Suara lembut Umar disertai senyuman tulus itu segera saja melembutkan emosi adiknya yang meledak-ledak. "Aa' minta maaf ya, tadi ada urusan, sebentar."

Gadis kecil itu mengangguk semangat. Alisnya yang tadi berkerut itu kembali melunak pada tempatnya. Punggung tangan mungilnya mengusap pelan sudut matanya yang sudah memunculkan bulir berupa kristal bening meskipun hanya sedikit.

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang