(44). Sekolah Anak Langit

570 52 47
                                    

Muh Alfarez

Dia bukan laki-laki yang akan datang dengan beribu pertanyaan atas ungkapan kekhawatiran. Dia adalah laki-laki yang akan datang dan duduk di sampingmu, memberikan bahunya untuk sekedar bersandar, tanpa pertanyaan yang tak pernah bisa kamu jawab, tanpa nasihat yang justru membuatmu semakin lelah.

Dia adalah Muh. Sosok laki-laki sederhana yang bisa dengan mudah membuatmu nyaman. Membuatmu berpikir bahwa laki-laki itu tidak akan kemana-mana, di tengah-tengah ketakutanmu akan ditinggalkan

Dan untuk pertama kalinya, Aysha merasa sangat nyaman berada di dekapannya. Merasa dirinya tak perlu alasan lagi untuk hidup. Karena ia akan hidup selamanya.

Bersama laki-laki itu.

*

Bab 44

"Sekolah Anak Langit"

*

"Taraaaa..!" Muh berteriak gembira menunjukkan hal hebat yang akhir-akhir ini selalu ia kerjakan sepulang sekolah selagi menunggu Aysha stabil di rumah sakit.

Sebuah gazebo kecil di bawah kolong tepat di tengah-tengah pemukiman kumuh kolong jembatan. Berdiri gazebo ringkih beratap langsung kolong jembatan yang tingginya nyaris menyentuh kepala orang dewasa. Muh bahkan harus sedikit menunduk untuk memasukinya.

Terdapat papan tulis di dinding kolong. Di atas papan tulis terdapat tulisan yang terbuat dari kardus berbungkus karton berwarna-warni 'Sekolah Anak Langit'. Spidol berbagai warna bersama penghapus papan tulis bahkan sudah siap tak jauh dari papan tulis.

Gazebo ini dibuat cukup sederhana. Beralaskan tikar di atas kayu, dengan tembok dasar kolong jembatan, atap yang bergetar setiap mobil atau kendaraan berat lainnya berjalan di atasnya, terbuka untuk umum, siap menampung kurang lebih 20 anak-anak kolong langit.

"Lo yang bikin semua ini, kak?" Mata Aysha berbinar menatap indahnya 'Sekolah Anak Langit' di depannya.

Muh mengangguk mantap.

"Sebelum proposal lo di-acc APRI, sebelum kita kerja sama dengan PKBM. Kita harus sounding dulu ke anak-anak, minimal berikan pendidikan karakter."

Aysha mengangguk semangat. Tersenyum amat lebar melihat karya Muh.

Hari pertama Aysha kembali ke sekolah, pulang dari sekolah Muh sudah mengajaknya mengunjungi adik-adik jalanan.

"Mereka kangen ceunah jeung teh Ayi," goda Muh seraya tersenyum simpul. "Sekalian gue punya kejutan buat lo."

Aysha yang memang sudah kepalang rindu pun tanpa ba-bi-bu meng'iya'kan ajakan Muh. Gadis itu tak pernah mengira kejutan yang dibuat Muh adalah impiannya. Muh benar-benar luar biasa.

Aysha memandang takjub Muh. Dengan peluh di dahi, seragam acak-acakan dengan dua kancing atas terbuka. Tangan yang membawa plastik besar berisi makanan yang akan dibagikan pada sang adik-adik, dan tentunya cengiran khas yang lebar mempermanis penampilannya.

"Makasihh...!" Aysha masih berbinar-binar. "Makasiiih bangeet.."

Muh tersenyum simpul. "Iya Ayshaku yang cantik." Sebelah tangannya yang bebas dari plastik besar terangkat mencubit pelan pipi Aysha. "Sekarang waktunya kita sounding ke mereka." Muh menaikkan dagunya untuk menunjuk sesuatu di belakang Aysha.

Gadis itu menoleh. Menatap puluhan 'adik-adik' yang datang berhamburan dengan cengiran lebarnya.

"A' MUUHH..!"

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang