(15). Tahta

989 104 2
                                    

"Kamu El bukan? Anak dari Zahra Mahatama."

Mata gadis itu membulat menatap sang petugas. Sedikit terkejut ketika petugas itu menyebut nama lengkap mendiang Bundanya. Gadis itu kemudian mengangguk.

"Astaga!! Bagaimana bisa kamu menjadi anak yang seperti ini?! Kemana ayahmu?"

Gadis menggeleng pelan. Ia juga tak tau.

"Aku teman Ibumu. Kau tidak ingat dulu aku sempat mengunjungimu?" Gadis kecil itu mengamati wajah sang petugas, berusaha mengingat-ngingat, kemudian menggeleng pelan.

Seingatnya, ini pertemuan pertamanya dengan lelaki dewasa itu. Seorang petugas yang menangkapnya karena senantiasa berkeliaran di jalan dan menganggu lalu lintas.

"Aku mengenal keluargamu. Akan kuantar kamu ke pamanmu."

Paman?

*

Bab 15

Tahta

*

"Mau sampai kapan kamu bertahan di peringkat dua?" pertanyaan itu terlontar dari bibir pria paruh baya di tengah waktu sarapan salah satu keluarga Alfa Group

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau sampai kapan kamu bertahan di peringkat dua?" pertanyaan itu terlontar dari bibir pria paruh baya di tengah waktu sarapan salah satu keluarga Alfa Group

Seorang remaja pria yang sedang mengunyah omelet masakan sang ibu menatap jengah pada sang Ayah. Husein sebenarnya tau, cepat atau lambat, ayahnya pasti akan kembali mengungkit peringkatnya.

Pukul tiga dini hari Ayahnya baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya di luar negeri, selama satu minggu Hamzah mewakili Alfa Group menghadiri sebuah pertemuan penting di Negeri Gingseng.

Husein yakin ayahnya pasti sudah mendapat laporan dari bawahannya perihal peringkatnya dalam pengumuman seleksi olimpiade. Namun pria itu menelan semua omelannya dan memuntahnya di meja makan hari ini. Di saat seharusnya mereka menikmati sarapan dengan khidmat setelah beberapa hari ia tidak pulang.

"Kapan kamu mau banggain Ayah? Di kelas kamu selalu kalah dengan Muh, dan sekarang saat olimpiade pun kamu harus kalah lagi? Mau berapa banyak lagi kamu mencoreng nama baik Ayah?"

Husein menggertakkan giginya, menahan emosi. Pertanyaan macam apa itu? Manusia mana yang memiliki rencana untuk kalah? Jelas tidak ada. Begitupun dengan Husein. Pria itu sudah berusaha mati-matian untuk menuruti semua perintah ayahnya, menjaga reputasinya dan menjadi anak baik di sekolah. Ia bahkan belajar mati-matian lebih dari yang Ayahnya bayangkan.

"Kakekmu terus saja memuji Muh, Muh, dan Muh! Bahkan berencana menyerahkan perusahaan pada Muh kelak. Apa-apaan itu?! Kamu juga harus bisa. Buktikan bahwa kamu terlahir dari keluarga Alfa sejati!"

Husein masih diam. Mulutnya terkatup rapat. Ini sudah menjadi rutininasnya sehari-hari. Dibandingkan dengan sepupunya sendiri, Ayahnya yang saat ini memengang kendali Alfa Group itu tak terima ketika kakeknya selalu menyanjung kecerdasan dan prestasi Muh yang memang lebih banyak daripada dirinya.

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang