(21). Paltering

852 84 20
                                    

⚠️Disclaimer⚠️
Segala bentuk alur, tempat, nama tokoh, konflik, dsb. Merupakan fiksi dan imajinasi sang penulis. Jika ada kesamaan nama tempat, tokoh, alur, dan konflik merupakan ketidaksengajaan. Harap bijaksana dalam membaca✨
.

"Ada apa?" Muka sengitnya ditunjukkan, tatkala pria yang sama selama empat hari berturut-turut itu tak pernah absen untuk datang menghadap. "Muh lagi?"

Pria berkacamata itu mengangguk.

"Dia gak masuk Kak Umar," jawaban yang sama selama empat hari berturut-turut. "Lagian lo aneh banget deh. Udah tau gak masuk sekolah, ya ngapain dia tiba-tiba masuk kelas olimp?"

Muh Alfarez. Absen selama empat hari berturut-turut. Baik di sekolah, maupun di kelas tambahan olimpiade.

Senin, Selasa, Rabu, sampai hari ini Kamis.

Sejak hari pengumuman OSK, laki-laki bermata legam itu tidak pernah memunculkan batang hidungnya. Terakhir laki-laki itu muncul di hari Jumattepat hari H pelaksanaan OSK di SMA APRI.

"Gue gak pernah berhubungan sama Muh, kenapa lo nanyanya sama gue terus?"

"Karena gue bisa tebak, lo adalah orang yang pertama kali bakal dia hubungin."

Aysha menaikkan satu alisnya. "Kenapa harus gue?"

"Karena lo saingannya. Liat aja nanti." Pria itu membetulkan kacamatanya. "Pokoknya, kalo lo ketemu sama dia dimanapun itu. Gue titip. Suruh dia masuk sekolah," ucap Umar sungguh-sungguh.

Aysha mengangguk malas. Siapa juga yang bakal ketemu sama si bajingan itu?

"Atau minimal, suruh dia temuin gue," tambah Umar.

"Iya-iya, bawel. Kayak dia bakal datengin gue aja," cibir Aysha malas.

*

Bab 21

Paltering

*

"Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, tepat pukul tiga dini hari ini telah membuat gempar Masyarakat. Gedung Utama Kejagung yang beralamat di Jalan Sultan Hasanudin hangus terbakar. Kobaran api cepat merambat sejak pukul 03.00 dini hari hingga pukul 08.00 pagi hari baru berhasil dipadamkan, dugaan sementara penyebab terjadinya kebakaran karena adanya korsleting listrik akibat arus pendek dan—

"ALAH..!" Teriakan yang memekakkan telinga terdengar memotong siaran televisi.

"Ada lagi ojo toh, pak! Kerjaan pemerintah rek, korsleting listrik korsleting listrik! wong di rumah saya mati lampu tiap minggu gak pernah korslet, gedung se-gwede' itu kok bisa korslet!" sambat salah satu pria paruh baya berkumis memenuhi indra pendengaran. Membuat atensi dari penikmat warung makan di pinggir kota mengarah pada opininya.

Sambatan panasnya membuat suhu terik matahari Jakarta di tengah siang semakin meningkat. Teduh atap yang tertutup pohon beringin beserta suara desingan kipas usang tidak lagi berhasil membuat sejuk hati para pekerja, yang tengah menyantap makan siangnya sembari mendengar berita terkini keadaan negeri tempat berpijak.

"Biasa lah, pak! Abis skandal korupsi langsung bakar gedung. Buat nutupin kasus! Udah biasa kita rakyat diginiin." Seorang bapak kurus yang tengah memakai kaus tanpa lengan dengan rompi dan safety helmet membalas seraya menyeruput kopinyamenambah panas situasi.

"Weslah kacau! Negara ini kacau! Anak cucu kita hartanya habis dimakan pemerintah!"

"Ya mau gimana lagi, pak? Yang pegang kursi orang berduit semua. Yang kaya, makin kaya. Yang miskin, makin miskin."

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang