(30). Paradoks

565 59 9
                                    

"Lo ngapain?"

"Lo juga ngapain?" Aysha balas bertanya ketika 5 rak susun di pojok perpustakaan yang menjadi hukumannya itu sudah terlebih dahulu di sentuh oleh orang lain. Dia baru saja tiba di perpustakaan setelah Bu Gendis memberikan hukuman membersihkan perpustakaan gedung IPA—akibat ketahuan terlambat dan memanjat tembok belakang.

Umar kemudian mengedikkan dagunya, menunjuk tumpukan dokumen di atas rak susun, "Ada sesuatu yang gue cari." Laki-laki itu kini sudah memanjat rak buku untuk mengambil beberapa berkas berdebu yang terlihat usang dan tak berguna.

Aysha memicing, menatap curiga. Kenapa anak IPS malah datang ke perpustakaan anak IPA?

"Lo gak lagi nyari kasus pembunuhan atau kasus kejahatan lain di perpustakaan buat di bawa ke firma hukum lo kan?"

Umar menggeleng, "Tepatnya nyari kasus korupsi."

Aysha terperangah. Hei! Tadi itu bercanda.

Umar kemudian tertawa kecil, "Yang tadi juga gue bercanda," balasnya seakan menjawab raut wajah Aysha. "Kenapa lo? Dihukum juga kayak Muh?" lempar Umar.

"Muh?" Wajah panik Aysha terlihat celingak-celinguk di sekitar perpus seakan mencari seseorang.

'Ada Muh di sini? Dimana?'

"Gak ada, Muh dapet jatah bersihin perpus tiap pulang sekolah selama 1 minggu." Umar lagi-lagi berhasil menangkap dan menjawab pertanyaan di raut wajahnya.

Aysha menghembuskan napasnya lega. "Ini sebenernya APRI gak pernah ada penjaga yang kompeten ngurus perpus apa gimana sih? Tiap pelanggaran, hukumannya bersihin perpus mulu."

"Mungkin biar siswanya rajin, setidaknya jadi tau daftar buku-buku di perpus." Umar membalas pendek. Aysha sudah memegang kemoceng, siap bertempur dengan debu dan tumpukan buku berserakan.

Biar Aysha jelaskan, APRI memiliki 5 gedung yang masing-masing memiliki perpustakaan 2 tingkat. Lantai pertama dari perpustakaan berisi rak-rak buku yang tertata rapih, dari mulai buku pelajaran, buku bacaan ringan, buku pengetahuan umum, ensiklopedia sampai motivation book. Penjaga perpustakaan terdapat di lantai pertama dengan rak penitipan barang, serta segala kebutuhan untuk peminjaman buku.

Lantai kedua perpustakaan, berisi meja, kursi, karpet dan beberapa spot baca lain. Lantai ini khusus untuk para siswa membaca buku yang sudah dipilih di lantai pertama. Namun, di pojok lantai 2 terdapat lima rak-rak susun yang berdiri, di dalamnya berisi buku-buku yang tidak layak di baca.

Kenapa tidak layak? Karena buku tersebut merupakan buku-buku hasil dari pinjaman para siswa yang dikumpulkan di dalam kardus setiap harinya dan belum di pilah-pilah kembali. Setiap hari rak buku ini akan selalu penuh karena selalu ada belasan siswa kutu buku yang mengembalikan buku, hingga para penjaga pun sedikit kewalahan untuk memilah. Tumpukan buku tersebut lah yang harus dihadapi Aysha sekarang.

"By the way, thanks ya." Umar menepuk pelan seragamnya, mengusir debu yang menempel setelah dokumen-dokumen di atas rak berhasil diturunkan. "Thanks karena udah bikin Muh balik sekolah."

Aysha tertawa getir. "Bukan gue."

Umar menaikkan satu alisnya. "Yakin? Muh aja sekarang jadi rajin masuk sekolah, berangkat pagi sambil bawa-bawa makanan mulu, mungkin lo tau itu dikirim buat siapa?"

Aysha terbatuk, entah karena debu dari usapan kemocengnya berhamburan di depan wajahnya atau pertanyaan kelewat sinis dari Umar. 

Pria kacamata itu kemudian tertawa. "Lo sama Muh sama aja. Gak kreatif ngelesnya."

Aysha diam. Tidak tertarik menjawab. Umar kemudian berjongkok, mulai memilah-milah berkas kusam yang berserakan di lantai.

"Omong-omong, Miss Akasari nama pena yang bagus." Umar masih berusaha mengajaknya berbicara, meskipun matanya tetap fokus membaca tulisan di kertas kusam. "Siaran lo unik, pantes banyak remaja yang cocok dengerin suara lo."

KANTAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang