Detik jam seakan beradu cepat dengan detak jantung miliknya. Salman bergerak risau menunggu sang Ibu. Matanya was-was melihat detik jarum jam, sesekali melihat gagang pintu yang belum juga dibuka. Telinganya awas mendengar suara kalau-kalau gerbang depan dibuka.
Ibunya pulang terlambat lagi.
Kemarin malam, ibunya pulang dalam keadaan mabuk parah. Muntah beberapa kali, dan terdapat bercak darah di roknya. Mengenaskan sekali.
03.37 WIB
Sudah lewat dini hari. Salman khawatir jika malam ini akan seperti kemarin, atau bahkan lebih parah. Harap-harap cemas laki-laki itu menunggu sang Ibu.
Grrttt..
Telinganya seketika menegang, mendengar suara guratan gerbang depan dibuka. Buru-buru Salman membuka pintu depan.
Salman terperangah. Kembali mendapati ibunya dalam keadaan lemah, letih, dan lagi-lagi setengah sadar.
Bau alkohol menguar ketika Salman berusaha memapah sang Ibu.
"Arghh..! Lepas...! Saya gak mau lagi." Ibunya kemudian terisak dalam keadaan mata terpejam. Tangan lunglainya berusaha menolak sentuhan Salman, tapi terlalu lemah.
Ibunya terus menangis seraya meronta-ronta. Meskipun Salman berusaha mengantar sang Ibu sampai ke atas tempat tidurnya.
"Saya gak mau kerja disini lagi. Tolong lepasin saya," isak tangis sang Ibu kembali mengiris hati Salman.
Shafiyah sempat mengeluarkan ekspresi aneh sebelum akhirnya mengeluarkan cairan kental dari mulutnya.
Salman menggeleng lemah. Ibunya kembali muntah. Tubuh sigapnya keluar dari kamar Ibu untuk mengambil lap bersih. Sekembalinya Salman ke kamar Ibu. Shafiyah tampak terduduk dengan mata terbuka.
"Salman..." panggil Shafiyah lemah.
"Iya, bu.."
"Salman, maafin ibu.." Shafiyah tiba-tiba menangis lagi. Matanya redup setengah tertidur. Tampak setengah sadar. "Ibu sudah berusaha keluar dari tempat ibu, Salman."
Salman menangkap sang Ibu, ketika Shafiyah hampir menjatuhkan dirinya dari tempat tidur. Tangan Shafiyah melingkar manis di pinggang Salman.
"Ibu masih terikat kontrak, tapi ibu janji setelah kontrak itu selesai Ibu akan cari pekerjaan lain, Salman. Maafkan ibu.."
Entah sejak kapan, bulir kristal di pelupuk matanya mengalir di pipinya. Namun, justru isak tangis ibunya jauh lebih keras mengisi kamarnya. "Ibu takut, Salman.. Ibu gak mau.. Ibu dipukul, Ibu dipaksa minum sesuatu yang gak ibu suka.. Ibu gak sadar.. Ibu kesakitan.."
"Sssttt...." Salman tidak tahan mendengarnya. Sungguh. "Ibu gak perlu berangkat lagi besok ya. Salman mohon."
Shafiyah menggeleng pelan.
"Kamu harus sukses, Salman. Kamu kebanggaan ibu." Shafiyah berucap amat pelan. Hingga tak lama tubuh lemahnya jatuh di atas tempat tidurnya.
Tubuhnya kalah dengan pengaruh alkohol dan entah Salman tidak yakin, apakah terdapat campuran obat-obatan atau tidak. Salman tidak sanggup membayangkannya.
*
Langit malam tak pernah mengingkari janjinya.
Langit malam selalu menjadi saksi bisu tangisan jutaan manusia dengan segala sesunyian.
Seperti saat ini. Langit malam menjadi saksi perihnya luka di hati Salman. Balkon selalu menjadi tempat aman untuk menumpahkan segala perasaan—
"Sal?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KANTAKA
Teen FictionKantaka ; Bahasa Sansekerta : Sedih, Susah. . Aysha pikir olimpiade adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan hidupnya. Membawa pulang medali emas dan mendapat privilege beasiswa ke luar negeri. Chemistry Sciences - Seoul National University. N...