Hari ini Yerim diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik tidak seperti kemarin. Yerim tengah duduk di sisi brangkar sambil menunggu keluarganya yang sedang membereskan barang bawaaan.
Tak lama munculah wendi yang sehabis pergi untuk membereskan administrasi.
"Sudah siap semua?"
"Ne"
"Kajja kita ke parkiran"
Mereka mengangguk lalu satu persatu baik Joy maupun Seulgi keluar duluan dengan beberapa bag di tangannya.
"Bagaimana dengan hasilnya?" Tanya Irene pada adik iparnya.
"Belum keluar. Mungkin beberapa hari lagi" Jawab Wendi karena tadi ia sempat bertanya pada perawat. Katanya belum keluar dan masih harus menunggu beberapa hari.
"Ah, Yasudah. Ayo"
"Kau kuat berjalan, Sayang?" Irene bertanya pada Yerim yang masih terduduk.
Yerim mengangguk "ne, aku bisa" gumamnya pelan. Tubuhnya masih merasa lemas sehingga dirinya sedari tadi hanya diam dan berbicara seperlunya saja.
Beranjak dari sana lalu keluar dari ruang rawat itu dan menyusul Joy juga Seulgi yang sudah menunggu di mobil.
Selama perjalanan Irene asik berbincang dengan Wendi. Mereka membicarakan masalah pekerjaan yang beberapa hari ini Irene tinggalkan.
Joy Juga Seulgi asik dengan ponsel mereka. Joy sangat fokus memainkan ponselnya tetapi tidak dengan Seulgi yang hanya berpura-pura. Dirinya masih canggung pada adik bungsunya yang duduk tepat disampingnya. Tidak berani memulai pembicaraan apapun padahal bersebelahan.
Sedangkan Yerim sedari tadi hanya diam memandangi jendela mobil saja. Tidak memperdulikan kedua saudaranya yang duduk di sampingnya. Ia terus melamun memikirkan sesuatu yang berada dipikirannya. Siapa lagi kalo bukan Sinb sahabatnya.
Selama dirinya di rumah sakit ia terus memikirkan keadaan Sinb. Takut terjadi sesuatu pada sahabatnya gara2 ulahnya. Ingin menjenguk tapi keadaan dirinya yang tidak memungkinkan.
Dirinya benar-benar menyesal telah mengatakannya pada Sinb. Jika saja dirinya diam pasti Sinb tidak akan terluka karena dirinya. Dengan tak sadar ia pun menangis
"Hiks hiks"
Ke empat wanita yang juga ada disana mengeryit. Kenapa dengan Yerim? Kenapa menangis?
"Yerim, ada apa? Apa yang terjadi?" Tanya Irene cemas menoleh ke arah belakang pada putrinya yang duduk di bangku belakang.
Seulgi yang ditatap Irene pun mengedikan bahunya tidak tahu. Ia tidak berbuat apa-apa pada adiknya. Menyentuh saja tidak.
Joy sampai menghentikan kegiatannya. Ia bingung dengan Yerim yang tiba-tiba menangis. Wendi pun sama, dirinya yang tengah fokus menyetir sesekali melihat ke arah kaca untuk melihat ponakannya yang menangis.
"Yerim, kenapa?"
Seulgi memberanikan diri untuk bertanya. Ingin menyentuh tapi adiknya malah merapatkan tubuhnya pada sandaran pintu membuat Seulgi langsung diam karena mengerti.
Irene yang tak tega pun akhirnya memerintahkan Wendi untuk menghentikan mobilnya. Kemudian Irene langsung keluar dan menyuruh Seulgi untuk bertùkar posisi dengannya.
"Hei, sayang kenapa?" Tanya Irene yang sudah duduk di samping Yerim dan menarik Yerim kedalam pelukannya.
"Ada yang sakit? Katakan dimana yang sakit hm?"
Irene kembali bertanya dengan lembut. Tangannya Mengelap keringat Yerim yang keluar dari dahi Yerim karena kepanasan. Mungkin karena menangis hingga dirinya merasa kepanasan dan berkeringat.
