Part 47

1K 149 28
                                    

Follow dulu sebelum baca xixi...

Sejak dari restoran hingga saat ini berada rumah sakit, Yerim tetap tidak mau melepaskan pelukannya dari sang Mommy. Merasa aman ketika dipeluknya hingga tak mau dilepaskan.

Bahkan saat dokter mengobati luka yang di dapat Yerim pun dokter itu kewalahan dan harus dipegangi oleh beberapa perawat karena hanya beberapa menit Yerim dan Irene dipisahkan anak itu sudah menangis histeris karena ketakutan.

"Mommy Aku takut~"

"Jangan tinggalin Yerim~"

"Mereka jahat hiks hiks"

Begitulah kata-kata yang terucap dari bibir Yerim selama dirinya di obati. Beruntung dokter itu memberi sedikit dosis obat penenang agar Yerim tidak terlalu memberontak dari pegangan para perawat.

Kemudian setelah selesai di obati dengan cepat salah satu perawat itu memanggil Irene yang menunggu diluar ruang rawat agar segera menemui putrinya dan tentunya itu langsung di respon cepat oleh Irene lalu kembali memeluk dan memberikan kata penenang agar putrinya tenang.

"Mommy disini sayang"

Di luar tadi ia juga sangat cemas karena mendengar tangisan putrinya yang ketakutan. Ingin menerobos masuk tapi ia harus sadar jika dokter butuh ruang untuk mengobati beberapa luka yang di dapat putrinya.

"Sekarang tidur ya?"

Karena usapan Irene yang membuat Yerim merasa nyaman akhirnya Yerim pun menutup mata dan tertidur.

"Sepertinya putri anda mengalami trauma, Nyonya" Jelas sang dokter.

Irene bungkam. Tak bisa dipungkiri jika putrinya memang akan trauma seperti ini. Menyesal karena tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk putri bungsunya.

"L-lalu bisakah putriku sembuh dari sakitnya?"

Irene bertanya dengan bibir yang bergetar karena menahan tangis. Tangannya dengan erat memegang tangan putrinya yang sudah tertidur.

"Tentu saja, tapi tidak dengan dokter sepertiku"

Dokter itu dokter umum yang hanya bisa mengobati luka di fisik dan bukan sikologis pasien. Jadi menurutnya ia menyarankan agar Yerim dibawa ke psikolog untuk mengobati trauma yang di alami Yerim.

"Aku mengerti. Tapi bagaimana aku mencarinya?"

"Jika nyonya mau saya bisa memanggil teman saya untuk membantu. Kebetulan beliau seorang psikolog di rumah sakit ini"

"Ya panggilkan saja. Aku membutuhkannya"

"Tapi apakah nanti putriku akan sèmbuh, dok?"

Dokter itu tersenyum tipis lalu menjawab

"Kita berdoa saja, Nyonya" Jawab sang dokter menenangkan.

***

"Joy! Seulgi!"

"Bagaimana keadaan Yerim, huh?" Tanya Wendi yang baru saja tiba dengan wajah paniknya.

Joy menjawab dengan gelengan lemah karena tidak bersemangat.

"Dokter belum keluar, Imo" saut Seulgi

"Dimana ibu kalian?" Tanya Wendi tidak melihat Irene.

"Mommy di dalam"

Wendi menghela napas lalu ikut duduk disamping kedua ponakannya. Mengusap kasar surai rambutnya yang tergurai. Merasa Lelah karena ia langsung berlari sesampai di parkiran tadi.

"Imo"

"Hm"

"Yerim hampir di lecehkan" kata Joy pelan.

TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang