Jennie mengetukkan jari telunjuk nya ke dagu, menunggu sembari mengamati sketsa yang tengah dibuat murid didikannya. Walaupun hampir satu jam lamanya tapi Jennie tetap sabar menunggu hasil karya yang sedang di buat murid sekaligus anak rekannya."Ini siapa?" Tanya Jennie lembut menunjuk lembaran kertas yang tengah di gambar Yerim.
Dilihatnya murid didikannya itu Menggambar wajah seseorang yang terlihat abstrak namun indah jika di pandang. Tak lupa background gambar itu di hiasi dengan bunga mawar yang mekar berukuran besar memenuhi kertas gambar tersebut.
Yerim menggeleng lemah. Saengnya cukup dengan melihatnya saja dan tak perlu bertanya. Percuma jika bertanya pun Yerim pasti tidak berniat akan menjawabnya.
"Ah, baiklah miss tidak akan bertanya lagi" Balas Jennie tersenyum samar. Ia memakluminya karena memang sedari ia datang murid didikannya itu tidak ingin menanggapi jika ia berbicara.
Disisi lain Irene yang duduk di kursi panjang yang empuk, sedang sibuk dengan Handphone genggam nya. Ia hanya tidak ingin mengganggu kegiatan rekan serta putri bungsunya, lagi pula Ia juga sedang bertukar kabar dengan Wendi adik iparnya, membahas tentang beberapa pekerjaan yang terlewatkan hari ini.
Ya, memang Irene sengaja memanggil rekannya untuk membimbing putrinya agar menggambar dengan baik dan benar. Dia berinisiatip untuk mengisi waktu luang putrinya diisi dengan kegiatan yang membuat mood Yerim kembali.
Tidak seperti sehabis bangun Yerim akan melamun dan melamun saja hingga Irene yang melihatnya tidak tega alhasil dirinya memanggil Jennie untuk membimbing putri bungsunya.
"Mommy" panggil Yerim pelan.
Mendengar itu, Irene segera menghentikan aktivitasnya dan bergegas menghampiri brangkar. Sekilas matanya melirik rekannya yang diam saja.
"Ya, sayang. Ada apa?"
Dilihatnya, bibir Yerim terlihat kering dan pucat. Hatinya kembali tersentuh dan ingin menangis tapi ia harus tahan itu.
Tangan Yerim memberikan isyarat agar Irene mendekat lantas Irene yang mengerti pun mendekatkan telinganya dengan bibir Yerim.
Napas hangat itu terasa di telinga Irene hingga Irene bergidik karena geli. Kemudian bisikan pelan terdengar dan Irene yang mendengar pun tertawa pelan. Ia paham sekarang.
Melihat keanehan itu pun Jennie menatap Irene seolah bertanya dan Irene malah tersenyum padanya.
"Kenapa ga meminta bantuannya saja, hm?" Ucap Irene menjauh dari bibir mungil putrinya.
Tanggapan Yerim yaitu kembali menggeleng dengan wajah memerah karena malu. Lagi pula dirinya masih takut dengan orang² yang terasa asing selain keluarganya.
Irene pun kembali tertawa karena gemas dengan tingkah putrinya.
"Tak apa, Mommy akan mengambilnya"
Mengambil segelas air di nakas lalu memberikannya pada Yerim. Sebelumnya, Irene menyuruh Jennie agar mengambil lembaran kertas yang sudah terisi karya putrinya dengan tujuan agar ketika putrinya minum air itu tidak menetes pada lembaran kertas tersebut. Jennie pun menurut dan langsung mengambil kertas itu.
"Ini, nak. Pelan-pelan" Ucap Irene menuntun Yerim untuk meminum air itu.
"Sudah?"
Yerim mengangguk "gomawo"
"Lain kali kau tidak perlu takut dengan Miss, Yerim" Ujar Jennie yang tidak mau jika Yerim takut padanya.
"Mian" pelan Yerim memainkan jarinya.
