Part 26

1.4K 166 9
                                    

Happy Reading...

Di sepanjang koridor, Irene tak hentinya menangis. Dadanya begitu sesak melihat kondisi Yerim yang memprihatinkan. Bagaimana pun juga Yerim adalah putri bungsunya yang baru beberapa bulan menetap dengannya.

Selama Irene ikut mendorong brangkar putrinya dapat ia lihat, salah satu petugas yang sedang berusaha menahan darah agar tidak keluar banyak dari perut Yerim.

"Cepat! Nadinya melemah!" ucap salah satu petugas yang yang mengecek detak nadi Yerim.

Mereka mengangguk lalu bergegas mendorong brankar pasien ke ruang operasi.

Suara tangis Irene kembali mengeras, ia tidak mau kehilangan putri bungsunya. Diraihnya telapak tangan Yerim yang sudah dingin lalu ia menggenggamnya erat dan sesekali mengecupnya.

"Kau kuat, Sayang. Bertahanlah, Mommy menunggumu" Ujar Irene di tengah isakannya.

Sesampainya di ruang operasi, disaat itulah Dokter datang dan langsung menahan tubuh Irene untuk tidak ikut masuk.

"Kau bisa tunggu disini, nyonya" Ucap sang dokter.

Irene menurut lalu ia pun memundurkan langkahnya agar dokter  itu bisa menutup pintunya.

"Tolong, lakukan yang terbaik untuk putriku"

Dokter itu mengangguk lalu menutup pintu ruang operasi dengan rapat. Irene pun langsung duduk sembari menunggu kabar dari putri bungsunya.

Tak lama suara langkah kaki mendekat

"Johyoun-ah, bagaimana Putrimu?" tanya Yoona tak sabaran ketika sampai di depan ruang operasi. Disana hanya ada Irene yang masih sesegukan.

"Eomma, maafkan aku. Aku gagal menjadi ibu yang baik."

Irene menunduk dalam dan Kembali menangis kencang mengingat betapa pucatnya wajah Yerim, dan jangan lupakan darah putrinya yang terlalu banyak keluar.

"Aniyo, Kau sudah melakukan yang terbaik hm? Sekarang kita berdoa agar Yerim diberi kesembuhan." ucap Yoona berjongkok lalu menangkupkan wajah Irene dan menghapus air matanya.

Melihat Irene yang masih terpukul Joy memilih untuk diam. Walaupun kata hatinya benar - benar tak tenang Seumur hidup baru kali ini Joy merasa begitu resah. Luka yang di dapatkan Yerim benar2 membuatnya merasa sangat takut saat ini.

***

Sementara disisi lain Wendi tidak langsung membawa Seulgi kerumah sakit melainkan membawanya ke sebuah tempat dimana tempat itu tak jauh dari rumah sakit yang merawat Yerim.

"Imo, kenapa kita kesini? Yerim terluka Imo kita harus kerumah sakit" Marah Seulgi yang tidak terima Wendi membawanya ke sini. Ia juga ingin mengetahui kondisi Yerim saat ini.

"Duduklah"

Wendi mendorong bahu ponakannya untuk duduk di kursi panjang yang ada di taman itu.

"Imo apa-apaan sih, aku tidak mau kesini"

"Sudah diam!" Ucap Wendi sedikit membentak ponakannya itu.

"Tap--"

"Tunggu sebentar," Setelah mengucapkan itu Wendi berlalu dari sana dan meninggalkan Seulgi sendirian.

"Imo!"

"Aishh"

Seulgi berdecak kesal melihat Wendi yang melenggang pergi. Ia pun Menghembuskan napas lelah kembali mengingat kejadian tadi. Dimana ia lepas kendali bertemu dengan pelaku yang selalu menganggu keluarganya.

Tetapi Apa yang dilakukan dirinya terhadap wanita itu menurutnya tidak salah dan itu sama sekali tidak Seulgi sesali. Wanita itu pantas mendapatkannya dan lagi pula apa yang dilakukan dirinya belum cukup untuk membalas semua apa yang dilakukan keluarganya.

"Melamun hm" Ujar Wendi yang sudah  disamping ponakanya sembari menyodorkan sebuah kaleng minuman.

"Ani"

Seulgi langsung Mengambil minuman kaleng itu lalu meminumnya dengan sekali teguk. Mendadak ia lupa dengan tujuannya tadi.

"Terus kenapa?"

Seulgi mengidikan bahunya tidak tahu. Memang dasarnya Seulgi yang penutup Jadilah ia tidak mau mengeluarkan unek-uneknya.

"Huh, yasudah"

Setelah itu hanya tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka.

Tujuan Wendi untuk membawa Seulgi kesini yaitu untuk meredam emosi ponakannya agar tidak terbawa ketika mereka di rumah sakit. Menurutnya Tidak baik untuk emosi lama-lama apalagi di rumah sakit keadaanya sedang bersedih Jadi ia lebih baik untuk membawa Seulgi dulu barulah ketika sudah tenang ia akan membawanya.

Kemudian setelah beberapa menit keheningan melanda akhirnya Wendi membuka suara.

"Sudah?"

Seulgi mengeryit tidak mengerti dengan ucapan Imonya.

"Sudah apanya Imo?"

Wendi melihat sorot mata Seulgi dan sepertinya ponakanya itu sudah agak tenang dan tidak lagi emosi seperti sebelumnya. ia pun menghela napas lega.

"Kajja, kita kerumah sakit" ajak Wendi beranjak dari duduknya.

Mendengar itu Seulgi membulatkan matanya dan baru menyadarinya. Ia pun ingin marah tapi tidak Jadi karena sudah ditarik oleh imonya.

Yakk, Imo pelan-pelan!

****

Lampu ruang operasi mati, setelah tiga jam berlalu akhirnya seorang dokter keluar dari ruangan itu dengan wajah lelah. Dokter itu Mendekati Irene dan Yoona yang terduduk lesu, juga Joy yang termenung.

"Keluarga Nona Yerim? "

Ketiga orang itu sontak berdiri tegak.

"Aku ibunya, " ujar Irene bergetar. Berharap pada Tuhan jika putri bungsunya akan baik - baik saja.

"Pendarahan yang terjadi pada pasien cukup parah , jika tadi terlambat sedikit saja mungkin nyawa pasien tidak akan tertolong . Keadaannya sekarang belum melewati masa kritis . Tapi harus bersyukur karena peluru itu tidak mengenai organ penting pasien Sekarang kami akan memindahkannya ke ruang ICU." Ujar Dokter itu panjang lebar, membuat ketiga orang itu merasa tak tenang.

Irene ambruk, hatinya hancur mendengar hal itu. Ucapan dokter itu terus terngiang di kepalanya.

"Oppa, aku mohon Jangan bawa Yerim" dalam hati Irene bergumam memohon pada suaminya.

"Aku permisi, Nyonya." Dokter itu undur diri , dan ketika hendak kembali duduk, wajah lelah anak sulung serta adik iparnya datang tiba menghampiri mereka.

"Mom, bagaimana kondisi Yerim?"

Irene tidak menjawab pertanyaan Seulgi karena masih syok dengan kondisi putrinya. Kemudian Seulgi menatap adiknya dan malah mendapat gelengan lemah membuat Seulgi menurunkan bahunya lesu. Tanpa diberitahu Ia sudah tahu jawabannya.

Tuhan, kenapa harus Yerim?















Cirebon, 7 agustus 2021.

Note:
Happy weekend✨

Terimakasih yang udah mampir...

Jangan lupa vote & komen gaess

TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang