Siang ini dokter yang menangani Yerim datang bersama seorang perawat di belakangnya. Tujuannya ingin mengecek keadaan Yerim sekaligus ingin mengganti perban yang melilit perut Yerim bekas operasi.Sedikit bergeser, Irene memberikan tempat untuk dokter dan perawat agar lebih leluasa memeriksa putrinya. Matanya memperhatikan gerak gerik sang dokter yang sedang memeriksa, hingga saatnya dokter itu membuka sebagian baju putrinya untuk mengganti perban di perut Yerim
Setelah perban lama terlepas, perawat itu memberikan salep pada dokter yang akan dioleskan pada luka bekas jahitan itu.
"Tahan ya, ini akan sedikit sakit" ujar sang dokter yang akan mengoleskannya pada perut Yerim.
Irene merasa nyilu kala melihat dokter itu dengan telaten memberikan salepnya. Dapat ia lihat putrinya memejamkan mata menahan sakit ketika dokter itu menyentuh perut putrinya.
"Shh"
Ringisan itu keluar dari mulut Yerim ketika dirinya sudah tidak tahan dengan rasa sakit dibagian perutnya. Irene yang mendegar ringisan Yerim pun menjadi cemas.
Seulgi dan Joy? Jangan ditanyakan lagi. Mereka yang memng disana, memilih menutup mata dibanding melihat luka bekas jahitan di perut adiknya itu.
"Nah, sudah" ucap sang dokter selesai mengganti perbanya.
"Apa dia sudah baik-baik saja, dok?" Tanya Irene dan dokter itu pun mengangguk.
"Jahitannya juga sudah lumayan kering Jadi kemungkinan sore ini putrimu boleh dipulangkan" Jawab sang dokter membuat Irene tersenyum mendengarnya.
"Terimakasih dok" ucap Irene membungkuk
"Ne, kalau begitu kami permisi" ucap Dokter itu pergi dari sana bersama perawat di belakangnya
Setelah kepergian dokter dan perawat itu, Irene maju mendekati ranjang dan langsung mengelus rambutnya.
"Kamu senang hm?" Tanya Irene sembari tersenyum.
"Tentu saja Mom, aku sudah tidak sabar untuk menginjakan kaki dirumah lagi" Jawab Yerim antusias.
Irene terkekeh mendengarnya. Ia tahu putri bungsunya pasti merasa bosan disini. Walaupun cuma beberapa hari tapi memang, tempat teryaman yang putrinya mau itu adalah rumah.
"Yasudah, sekarang kamu makan dulu ya?" Yanya Irene sembari mempersiapkan makanan yang sudah di hidangkan oleh perawat tadi.
Raut wajah Yerim langsung berubah cemberut. Ini yang ia tidak inginkan, ia mau cepat pulang karena sudah bosan memakan makanan rumah sakit yang tidak ada rasa sama sekali dilidahnya.
"Ani" Jawab Yerim menolak
"Wae?"
Belum sempat Yerim menjawab Joy malah mendahuluinya.
"Aku tidak suka, makanannya terasa hambar, Iya kan Yer?" Ucap Joy dengan nada yang menirukan suara adiknya karena sebelum-sebelumnya adiknya pasti mengatakan itu jika akan makan.
Yerim mengangguk lesu membenarkan perkataan kakaknya. Kemudian menatap Irene dengan tatapan memelasnya.
Irene menghela napas lalu berkata
"Kalau kamu ga makan, kita pulang besok saja"
Irene ingin beranjak dari sana tapi ditahan oleh Yerim.
"Arra, aku akan makan" ucap Yerim terpaksa membuat Irene terseyum lalu mengambil mangkuk yang berisi bubur dan langsung menyuapinya.
Selama makan, sesekali Yerim menutup mulutnya karena ingin muntah memakan bubur hambar itu. Tapi ia urungkan karena sekalinya di suapi ia akan langsung minum sebanyak-banyaknya. Tidak peduli dengan perutnya yang akan kembung. Irene yang melihat itu hanya menggeleng kepalanya sembari terkekeh. Kekeke Ada-ada saja.