Satu hari berlalu, hubungan kedua kakak beradik itu semakin merenggang. Bahkan tidak saling bertegur sapa jika bertemu. Orang-orang terdekat pun sudah mencoba membantu, tapi tetap saja Joy tetap pada pendiriannya.
"Mom, aku berangkat"
Joy bangkit lalu Mengecup singkat pipi juga punggung tangan sang ibu juga kakaknya. Seolah lupa ia melewati salah satu bagian dari keluarganya yang lain.
Sang korban hanya bisa menunduk meremas sendok yang di pegangnya. Sudah ia duga hal itu akan terjadi padanya.
"Gwenchana, Unniemu akan berubah" bisik sang Mommy menenangkan anaknya.
Yerim mengangguk pelan. Mencoba mengerti sikap kakaknya yang berubah setelah kejadian di rumah sakit.
Beberapa menit kemudian sarapan mereka telah selesai. Seulgi sudah berangkat satu menit yang lalu dan sekarang tinggal Irene dan Yerim yang bersiap pergi untuk melakukan aktivitas seperti biasa setelah satu hari rehat di rumah.
Irene memasangkan ransel di punggung Yerim. Merapikan almamater yang di pakai lalu dikecupnya dengan singkat kening Yerim.
"Kajja, kita berangkat"
Irene berjalan duluan menarik tangan Yerim agar mengikutinya. Namun ia terhenti ketika tangan Yerim terlepas dari genggamannya.
"Mommy?"
Meremas ujung almamaternya dengan erat. Yang dipanggil pun menoleh.
"Kenapa, Sayang?"
Diusapnya rambut anaknya yang masih berantakan.
"Aku...boleh gak sekolah?"
Yerim menatap wajah Irene dengan gugup. Ia tak yakin akan mendapatkan izin. Kening Irene mengkerut.
"Kenapa?"
"Eh?" Anak itu tersenyum kikuk.
"Kalau gak boleh, gak jadi, deh."
"Lho."
"Mommykan cuma tanya alasannya."
"Iya, tapi gak jadi."
Tiba-tiba ia terpikir jika di sekolah sesuatu hal buruk akan menimpanya. Memikirkan jika ia tidak punya siapa-siapa disana. Tidak memilki teman, Sahabat bahkan seseorang yang akan melindunginya nanti. Pikirannya terus memikirkan hal buruk tapi enggan mengatakannya.
Irene menghela napas.
"Yasudah, kita tidak jadi pergi deh"
Yerim mendongak. Menatap terkejut dengan jawaban ibunya.
"Mom, tapi kan..."
"Iya, kita gak jadi pergi"
Irene menaruh tasnya di sofa. Membuka kembali mantel yang tadi di pakai. Yerim melihatnya. Ia menggeleng lalu menghampiri sang ibu
Gak apa-apa, aku sekolah aja.
***
Drrt drrt drrrt
Melihat ponselnya bergetar. Terpaksa ia meminggirkan mobilnya untuk berhenti. Menurutnya, tidak baik berkendara sembari menelpon.
Tut
"Yeoboseyo?"
Melihat nama yang tertera di ponselnya. Alisnya berkerut karena nama itu beberapa hari ini tidak menghubunginya.
"Ya, ada apa menghubungiku?" Tanya Seulgi.
"Apa?!"
"Mereka di jerman?!"