7. Masalah Keluarga

2.4K 189 0
                                    

"Katanya surga di telapak kaki ibu, nyatanya hanya neraka yang mampu ia lihat."

-Leonard Malvino-

Semenjak memutuskan membolos, sampai detik ini tak ada kabar yang diberikan Leonard kepada Suci. Suci terus memantau ponselnya, sebuah notif tak kunjung muncul di sana. Leonard seperti hilang di telan bumi.

Andai Suci tahu, orang yang sedang ia khawatiri tengah berada di sebuah bar. Leonard begitu frustrasi, melampiaskan semua masalahnya melalui minuman alkohol. Harta dan kemewahan yang sudah ibunya berikan, sama sekali tak membuat Leonard bahagia. Leonard hanya ingin keutuhan yang sempurna. Bukan keretakan yang kini terjadi dalam keluarganya.
 
Merasa tak ada perubahan dalam perasaannya, Leonard memutuskan untuk keluar dari club malam itu. Namun tiba-tiba saja, bahu Leonard tak sengaja menabrak seseorang. Hingga minuman yang sedang dipegang oleh seseorang itu harus tumpah ke bajunya.
 
"Sorry, gue nggak sengaja."
 
Gadis itu membersihkan bajunya dengan tisu yang selalu ia bawa di tasnya. "It's okay, ini Cuma basah doang kok." Gadis itu mendongak, menatap wajah Leonard yang begitu tampan.
 
"Sekali lagi sorry. Kalau gitu gue cabut dulu," ucap Leonard, dan melanjutkan langkahnya.
 
"Tunggu, nama lo siapa?!" Teriakan Luna sia-sia, karena suaranya bertabrakan dengan musik DJ yang begitu kencang.
 
Gadis itu adalah Luna. Malam minggu seperti ini sudah biasa untuk Luna masuk ke dalam dunia malam. Satu hal yang ia sayangkan untuk malam ini, Luna tak mengetahui nama laki-laku barusan. Luna terlalu terpesona, sampai lupa menanyakan hal sepenting itu. Semoga saja, semesta kembali mempertemukan Luna dengan laki-laki itu.
 
Tanpa Luna ketahui, bahwa laki-laki itu adalah kekasih adiknya sendiri. Ya, Leonard. Laki-laki itu sekarang tengah mengendarai motornya kencang. Leonard enggan pulang ke rumah, ia memilih untuk mengunjungi rumah milik Risky. Setidaknya, biarkan malam ini Leonard mendapatkan sedikit ketenangan.
 
Dengan mata yang sudah mulai mengabur, Leonard sampai di halaman rumah milik Risky. Ia berjalan sedikit sempoyongan ke depan pintu rumah itu, dan memencet bel yang ada di sana. Sang pemilik rumah membuka knop pintu itu, melihat Leonard dengan keadaan yang begitu sangat kacau.
 
Risky menggeleng kepalanya pelan, laki-laki itu menyuruh Leonard masuk dan duduk di sebuah sofa. "Sampe kapan lo kayak gini? Sadar nggak, apa yang lo lakuin itu merusak tubuh lo sendiri, Le. Lo boleh kecewa sama keadaan, tapi jangan kayak gini."
 
"Lo nggak pernah ngerasain ada di posisi gue. Lo gampang bilang gitu, tapi gue yang ngejalaninnya nggak bisa. Cinta pertama gue, tega mengkhianati gue dan juga bokap gue." Leonard memalingkan wajahnya. "Seorang ibu yang gue anggap surga, nyatanya tak lebih dari neraka buat gue."
 
"Gue tahu ibu lo salah, tapi lo sebagai seorang anak nggak pantas ngomong kayak gitu, Le." Risky mulai lelah menasihati Leonard yang keras kepala.
 
"Nyokap gue udah jahat, Ky. Dia nggak mikirin perasaan gue dan bokap gue!"
 
"Selagi orang tua lo masih lengkap, seharusnya lo sayangi mereka meski keadaannya nggak seharmonis dulu. Jangan sampai lo merasakan apa yang gue rasakan, Le. Yaitu, gue nggak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu itu seperti apa. Karena nyokap gue, pergi ninggalin gue di saat dia melahirkan gue. Seharusnya lo itu bersyukur," tutur Risky.
 
Apa Leonard harus menyayangi ibunya dengan keadaan sakit hati yang sudah ibunya berikan? Sulit sekali untuk memaafkan kesalahan yang cukup besar. Akibat pengkhianatan itu, membuat Leonard kehilangan segalanya. Dan kehilangan seorang ayah yang menjadi panutannya. Ayahnya, enggan pulang untuk menemuinya.
 
"Iya, gue bersyukur, udah. Dan malam ini gue nginep di rumah lo lagi, ya, gue males pulang," ujar Leonard memijit pelipisnya.
 
"Rumah gue, rumah lo juga."
 
Risky tahu tentang hancurnya hidup Leonard. Semenjak pengkhianatan itu terjadi, membuat dunia Leonard seketika berubah. Leonard sering memasuki club malam, tidak pulang ke rumah, bahkan sekolahnya pun berantak. Leonard, tak percaya lagi sebuah ketulusan dari seorang perempuan.

-------------------------
 
Waktu sudah menunjukkan pukul 01:15 WIB. Luna dengan penampilan yang sudah tak karuan, ia mencoba mengetuk jendela kamar Suci. Suci yang merasa tidurnya terganggu, ia mengucek matanya dan beranjak bangun. Dari arah jendela, seseorang masih terus mengetuk kaca itu dengan memanggil nama Suci berulang kali.
 
"Kak Luna?" Suci membuka jendela kamarnya, hingga Luna langsung memasuki kamar Suci. "Kak Luna pulang malem lagi?"
 
"Ck, lo nggak usah banyak tanya deh, gue capek."
 
"Maaf Kak, kok mulut Kakak bau alkohol? Kakak sebenarnya habis dari mana?" tanya Suci penasaran.
 
"Gue habis clubing. Awas aja lo, kalau sampai lo ngadu sama bunda dan ayah, gue nggak akan pernah maafin lo," ucap Luna sedikit mengancam.
 
"I-iya, Kak, Suci nggak akan bilang sama bunda dan ayah kok."
 
"Ya udah minggir, gue mau ke kamar gue."
 
Luna sering kali pulang malam, dan menyelinap melalui kamar Suci. Beruntungnya, kamar Suci terletak di lantai bawah, tak seperti kamar Luna yang berada di lantai atas. Meski berulang kali Suci seperti seorang satpam untuk Luna, tapi ia sama sekali tidak pernah melaporkan kejadian itu terhadap kedua orang tuanya.
 
Suci kembali duduk di ranjang, mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas. Sampai sekarang tak ada notif sama sekali dari Leonard. Ke mana sebenarnya laki-laki itu? Dengan perasaan cemas, Suci mencoba mengirim satu pesan untuk kekasihnya.
 

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang